BREN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ratusan bahkan ribuan kekayaan alam dan budaya. Kekayaan ini bisa berbentuk mulai dari etnis, ras, bahasa, alat musik, hingga rumah tradisional yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air.
Modal ini merupakan kunci penting yang dapat meningkatkan daya saing bangsa di mata dunia. Sayangnya, kekayaan budaya di Indonesia belum memiliki korelasi dengan kesejahteraan para pegiat seni.
Di bawah bayang-bayang kemajuan zaman, perkembangan kebudayaan seakan berjalan terseok-seok yang ditunjukkan dengan persepsi negatif terhadap pekerja seni. Meski pekerja seni seyogyanya adalah profesi, tetapi dalam praktiknya profesi ini tidak sejajar dengan profesi lainnya.
Produk seni yang mencakup mulai dari seni rupa, seni musik, seni lukis, seni pertunjukan, hingga seni tari terkesan eksklusif bagi masyarakat umum.
Kesan eksklusivitas ini dapat dirasakan dari segmen dan pasarnya.
Akibatnya, persepsi ini berpeluang semakin menjauhkan masyarakat dari produk-produk seni.
Tak hanya dari sisi pengguna atau konsumen, pekerja seni juga tak jauh berbeda. Kesan eksklusivitas pekerja seni menjauhkan seni sebagai obyek umum menjadi obyek khusus. Pekerja seni seringkali menganggap profesi ini sebagai hal yang &lsquo;tinggi&rsquo; untuk menonjolkan sisi artistiknya.
Nyatanya, pekerja seni tak ubahnya sebagai pekerja lainnya, karyawan swasta, pegawai negeri sipil, atau wirausahawan yang membutuhkan apresiasi atas hasil karyanya. Untuk bertahan hidup di tengah ketatnya persaingan, pekerja seni dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan tidak hanya di sisi artistik, tetapi juga nonartistik.
&ldquo;Seniman harus memiliki target, rencana atau strategi, dan bisa membaca pasar. Saat ini, seniman tidak bisa hanya mengandalkan sisi artistik dari hasil karyanya, tetapi mereka harus memiliki pengetahuan mengenai manajemen,&rdquo; tutur Seniman dan Manajer Seni Pentas Teater Koma Ratna Riantiarno.
Menurutnya, pekerja seni harus membekali diri dengan ilmu manajerial sehingga mampu membaca pasar, dan selanjutnya memasarkan produknya kepada para pencinta seni.
Merujuk pada pengalamannya membesarkan Teater Koma, para pekerja seni tidak hanya dituntut dapat berperan di atas panggung pertunjukan, tetapi juga terampil dalam produksi di balik layar.
Profesi pekerja seni tidak hanya berhenti sebagai pelaku pertunjukan saja, tetapi masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan saat ini mulai dari menggelar workshop, hingga menjadi pengajar teater di sekolah-sekolah.
&ldquo;Misalkan dalam seni teater, maksimal seniman hanya bisa menggelar pertunjukan tiga kali dalam setahun. Lalu, selain itu, mereka harus bekerja apa untuk menghidupi dirinya? Persepsi bahwa seniman itu miskin tidak sepenuhnya salah karena memang itu kenyataannya,&rdquo; tuturnya.
Untuk mampu membaca peluang, tentunya seniman harus dibekali dengan kemampuan kewirausahaan supaya mereka dapat menjual produknya ke pasar yang tepat secara efisien. Sejauh ini, dia menilai, seniman di Indonesia belum banyak memiliki kemampuan kewirausahaan sehingga mereka terjebak dalam eksklusivitas itu.
PELATIHAN WIRAUSAHA
Melihat kegelisahan itu, Ciputra Entrepreneurship Center bekerja sama dengan Federasi Teater Indonesia menyelenggarakan program pelatihan kewirausahaan bagi para seniman di Indonesia.
Dengan mengambil tajuk Artpreneurship Bootcamp 2017, Ciputra mengadakan pelatihan selama 4 hari mulai dari 10-14 Juli 2017 dengan mengundang 28 para seniman dari wilayah Jabodetabek dari berbagai latar belakang seni.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio kewirausahaan Indonesia per 2016 naik menjadi 3,1%. Pada 2013, angkanya masih 1,65%.
Kendati demikian. Rasio tersebut masih kalah jauh dibandingkan dengan negaranegara tetangga dengan rasio di atas 3%.
&ldquo;Kewirausahaan diyakini oleh Ciputra akan mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pendidikan kewirausahaan sangat dibutuhkan untuk semua kalangan, termasuk pekerja seni,&rdquo; kata Program Director Ciputra Entrepreneurship Center Dharma Kusuma.
Hingga saat ini, Dharma mengungkapkan atas dasar kegelisahan&mdash;bahwa masih banyak pekerja seni belum sejahtera&mdash;Ciputra menilai program pelatihan semacam ini akan memberikan percikan ide dan inovasi bagi pekerja seni.
Pada pelatihan kali ini, sejumlah mentor yakni Radhar Panca Dahana (Ketua Federasi Teater Indonesia), serta pelaku seni lainnya, yakni Renny Djajoesman, dan Ratna Riantiarno turut hadir untuk memberikan pelatihan.
Beberapa topik pelatihan diberikan kepada para pelaku seni.
Adapun, materi dari berbagai latihan tersebut pada dasarnya bertujuan memperkaya bekal para seniman, sehingga dapat &lsquo;menjual&rsquo; hasil karyanya.
Harapannya para pegiat seni dapat menghasilkan sebuah produk seni yang mampu dijual ke khalayak ramai.
Dan, pada tujuan akhirnya mereka bisa melepas stigma yang selama ini melekat erat, bahwa seniman itu miskin...

 Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ratusan bahkan ribuan kekayaan alam dan budaya. Kekayaan ini bisa berbentuk mulai dari etnis, ras, bahasa, alat musik, hingga rumah tradisional yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air. 

Industri Kreatif Seniman Itu (Tidak) Miskin

Informasi Diunggah