BREN

Integrasi Pembiayaan Komersial dan sosial
Syariah adalah salah satu topik bahasan dalam Festival Ekonomi Syariah 2016 yang berlangsung di Surabaya hampir sepanjang pekan lalu. Ide integrasi adalah tataran ideal dalam menjalankan prinsip ekonomi syariah, sebuah sistem yang diyakini akan memberikan kemaslahatan umat manusia.
Betapa tidak, perekonomian diandaikan pada sebuah titik keseimbangan antara menggerakkan perekonomian masyarakat melalui pembiayaan syariah dengan kesalehan umat dalam menyisihkan kelebihan rezekinya untuk menopang kehidupan umat lainnya. Berbagai rezeki bisa diwujudkan dalam bentuk waqaf ataupun zakat yang merupakan kewajiban setiap umat muslim.
Hanya saja, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyoroti pendekatan ekonomi syariah saat ini masih menitikberatkan pada pengembangan pembiayaan dan instrumen keuangan komersial melalui perbankan dan pasar keuangan. Padahal, potensi pengembangan pembiayaan sosial melaui zakat dan wakaf sangat terbuka.
Menurut Agus, zakat dan wakaf dapat berkontribusi kepada kemakmuran sosial-ekonomi bangsa. Zakat dan wakaf selalu disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan, yaitu masyarakat yang paling terdampak oleh resesi. Karena sifatnya yang wajib, zakat juga akan terus mengalir secara proporsional dengan harta.
Saat pendapatan berkurang kewajiban zakat pun berkurang, dan saat pendapatan meningkat zakat pun akan meningkat. Dengan adanya pengelolaan yang baik, alokasi zakat dapat dikelola sehingga bertindak sebagai stabilisator. Dengan nilai wakaf yang terus meningkat akibat pemasukan dari kegiatan produktif, maka wakaf dapat berperan sebagai penyangga terhadap guncangan ekonomi.
Hanya saja, berapa nilai waqaf dan zakat yang bisa dikelola dalam skema pembiayaan sosial syariah? Ini sebuah pertanyaan sulit karena sejak dahulu kita baru bicara pada tataran potensi. Sistem keuangan syariah kita &ndash;yang diwakili melalui industri perbankan dan asuransi syariah&mdash;masih berkutat pada praktik komersial semata.
Memang ada upaya-upaya serius sejumlah elemen untuk menyandingkan sisi komersial dan sosial pembiayaan syariah melalui baitul maal wa tamwil. Sesuai namanya, baitul maal dikembangkan untuk mengumpulkan sekaligus mengelola dana sosial dari zakat, waqaf &amp; infaq. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.
Namun, skala dari upaya tersebut sangat terbatas dari sisi volume, di samping sistem keuangan syariah di Indonesia porsinya masih sangat kecil dibandingkan dengan sistem keuangan konvensional. Adapun, pengelolaan pembiayaan sosial melalui BMT memang sudah berjalan, tetapi dalam jumlah yang sangat terbatas.
Padahal potensi zakat dan wakaf yang sangat besar, sehingga manajemen zakat dan wakaf harus dilakukan secara efisien dan penuh kehati-hatian.
Dengan cara pengelolaan yang baik, maka dana sosial tersebut bisa dipakai untuk memberdayakan keuangan masyarakat, dan berputar bak bola salju yang makin lama makin membesar.
Pada beberapa kesempatan, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia ialah sebesar Rp286 triliun. Namun, pada 2015 yang lalu, penerimaan zakat baru terealisasi sebesar Rp3,7 triliun. Ini tentu sangat ironis, mengingat 85% masyarakat Indonesia adalah muslim yang memiliki kewajiban membayar zakat.
Festival Ekonomi Syariah 2016 yang diinisiasi oleh Bank Indonesia pekan lalu --merupakan penyelenggaraan ketiga--- juga makin membukakan mata kita semua, bahwa sumber pembiayaan sosial begitu besarnya. Sebut saja tanah waqaf yang tersebar di 400.000 titik, yang disebut-sebut 4 kali luas Singapura, dan bernilai Rp2.050 triliun berdasarkan hitungan Bank Indonesia.
Sejauh ini, Bank Indonesia tengah membahas dengan otoritas terkait untuk menjadikan tanah waqaf sebagai underlying penerbitan obligasi syariah sebagai salah satu instrumen pembiayaan sosial yang terhubung dengan instrumen keuangan komersial.
Sejak 2014, Bank Indonesia bersama Islamic Research and Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IDB) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) telah menyusun prinsip-prinsip utama pengaturan zakat atau Zakat Core Principles, yang diluncurkan di Istanbul pada 23 Mei 2016, dalam rangkaian World Humanitarian Summit Perserikatan Bangsa-Bangsa. Saat ini, tengah dirintis pula usaha menyusun prinsip-prinsip utama pengaturan wakaf.
Namun, harus diakui untuk mencapai idealisme membesarkan perekonomian syariah bukanlah hal yang mudah. Diperlukan upaya dan sinergi dari semua pemangku kepentingan. Pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) adalah sebuah langkah maju, yang merepresentasikan bersatunya berbagai elemen baik pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan hingga Majelis Ulama Indonesia.
Dengan adanya komite nasional ini, semestinya sekat-sekat kelembagaan tak terlihat lagi, sehingga upaya memajukan perekonomian syariah berjalan lancar.

 
Syariah adalah salah satu topik bahasan dalam Festival Ekonomi Syariah 2016 yang berlangsung di Surabaya hampir sepanjang pekan lalu. Ide integrasi adalah tataran ideal dalam menjalankan prinsip ekonomi syariah, sebuah sistem yang diyakini akan memberikan kemaslahatan umat manusia. 

Integrasi Pembiayaan Komersial dan Sosial

Informasi Diunggah