BREN

Kredit pensiunan seakan menjadi anomali bagi industri perbankan di Bali.
Feri Kristianto <a href="mailto:feri.kristianto@bisnis.com">feri.kristianto@bisnis.com</a>
Di tengah-tengah lesunya bisnis properti yang mem- berikan dampak negatif terhadap penyaluran kre- dit perbankan, tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan) meningkat, tetapi sektor ini seakan bebas dari dampak negatif.
Kantor OJK Regional 8 Bali Nusra mencatat, pada triwulan pertama tahun ini, total NPL tercatat 3,2% meningkat dibandingkan dengan akhir 2016 yang sebesar 2,42%. OJK Regional 8 Bali Nusra memaparkan salah satu penyebab kenaikan itu adalah lesunya penjualan properti. Sektor ini memiliki turunan bisnis sangat banyak yang bergantung dengannya.
Rupanya, semua dampak negatif itu tidak berimbas terhadap sektor pensiunan. Ini dialami oleh Bank Mandiri Taspen Pos (Mantap). Bahkan pada triwulan pertama tahun ini, NPL bank berkantor pusat di Jalan Melati, Denpasar ini hanya mencatatkan rasio kredit bermasalah sebesar 0,43%. Angka itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan NPL bank umum konvensional di Pulau Dewata yang sebesar 2,71%, bank umum syariah 3,43%, dan BPR mencapai 6,71%.
&ldquo;Kunci kami itu di awal, jadi mitigasinya dilakukan sejak awal sehingga tidak bermasalah di kemudian hari.
Selain itu, kami tidak memberikan layanan terbaik kepada pensiunan,&rdquo; tutur Direktur Bank Mantap Paulus Endra Suyatna kepada Bisnis, Senin (31/7/2017).
Menurut Endra, kunci keberhasilan menekan rasio kredit bermasalah adalah mitigasi risiko sedari awal. Sebelum kredit dicairkan, Bank Mantap melakukan analisis sangat ketat. Dia menegaskan kunci kemampuan menekan rasio kredit bermasalah adalah karena faktor pemilik bank ini, yakni Taspen.
Endra mengungkapkan bisnis pensiunan tidak semudah yang dibayangkan.
Menurutnya, praktik-praktik fraud juga rentan terjadi dalam penyaluran dana pensiunan. Namun, semua itu berhasil dimitigasi oleh Bank Mantap karena bekal pengalaman dari Taspen. Endra menuturkan segmen pensiunan tidak seindah dibayangkan, karena banyak sekali tantangannya.
Pensiunan meninggal atau pemalsuan status pensiunan yang sudah meninggal hanya beberapa potensi kegagalan yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan. Ditegaskan lebih lanjut bahwa risiko terbesar bisnis pensiunan adalah masalah operasional.
&ldquo;Intinya tidak semudah itu, tetapi karena kami jagain kemudian komitmen untuk clean sehingga bisa di-manage operation risk-nya. Bagaimanapun kami juga masih terus belajar,&rdquo; ujarnya merendah.
PASAR MENJANJIKAN
Kendati demikian, diakuinya bahwa pensiunan merupakan pasar yang sangat besar dan jumlah pensiunan di Indonesia juga sangat besar. Bank Mantap saat ini tercatat memiliki nasabah pensiunan yang sudah dilayani maupun akan dilayani sebanyak 40.000. Dari jumlah tersebut, sekitar 25.000 merupakan nasabah pensiunan PNS, sedangkan 13.000 merupakan PNS TNI/Polri. Endra menegaskan potensi bisnis pensiunan masih sangat besar, karena jumlahnya diperkirakan mencapai 2,5 juta orang.
Hingga akhir Juni 2017, Bank Mantap menyalurkan senilai Rp5,23 triliun, meroket hinga 552,1% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Total debitur pensiunan Bank Mantap sebanyak 38.565 orang atau melonjak drastis dibandingkan dengan akhir Juni 2016, yang hanya 7.950 debitur.
Portofolio kredit pensiunan sebesar 69,3%, sedangkan kredit mikro 32,2% atau senilai Rp1,2 triliun, dan ritel 7,5% atau senilai Rp1,1 triliun. Kredit pensiunan mulai mendominasi penyaluran pendanaan bank yang dimiliki dua BUMN, yakni Mandiri dan Taspen ini. Pada semester pertama tahun ini, total kredit Mantap mencapai Rp7,54 triliun, tumbuh 174,4% jika dibandingkan akhir semester pertama tahun lalu Rp2,74 triliun.
Pencapaian itu tidak lepas dari komitmen untuk mendukung pensiunan PNS dan TNI Polri serta UMKM yang ditujukan memperkuat kemandirian nasional dan meningkatkan daya saing.
Dirut Bank Mantap Josephus K. Triprakoso menuturkan strategi yang mereka lakukan untuk menggandeng pensiunan bukan bergantung suku bunga, tetapi mengandalkan layanan terbaik.
&ldquo;Pensiunan seperti orang tua kita, butuh perhatian dan layanan lebih baik serta harus diberlakukan dengan baik,&rdquo; jelasnya.
Pensiunan memang bisnis yang gurih bagi perbankan. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (BKN), kurun waktu 2016&mdash;2020, sebanyak 752.271 PNS memasuki masa pensiun.
Rinciannya pada 2016 sebanyak 122.515 orang memasuki batas usia pensiun (BUP), pada 2017 ini sebanyak 132.815 orang, 2018 sebanyak 156.349 orang, 2019 sebanyak 156.050 orang, dan 2020 mencapai 184.542 orang.
PNS yang memasuki BUP dalam kurun waktu lima tahun ke depan, 313.434 orang diantaranya merupakan PNS dengan tingkat pendidikan rendah, yakni SLTA ke bawah. Adapun yang memiliki tingkat pendidikan menengah (D1 &ndash; D4) sebanyak 184.572 orang, sementara yang tingkat pendidikannya S1 &ndash; S3 (tinggi) mencapai 254.265 orang.
Tak salah kalau kemudian sejumlah bank juga mengincar berkeinginan menyasar bisnis pensiunan. Termasuk BPD Bali yang kini juga mulai mengincar pensiunan.
Josephus mengatakan tidak masalah semakin banyak bank mengincar pensiunan. Dia hanya menekankan bahwa untuk menangani pensiunan harus mengingat satu hal, yakni sabar.
Direktur Pengawas Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional 8 Nasirwan Ilyas menambahkan dengan nature dijamin oleh cash flow gaji pensiunan, maka NPL terjaga baik. Pembiayaan pensiunan ini juga bersifat produktif untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki karena usai purnabakti pensiunan banyak pula yang berbisnis sesuai kemampuan dan passion.

 
Di tengah-tengah lesunya bisnis properti yang mem- berikan dampak negatif terhadap penyaluran kre- dit perbankan, tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan) meningkat, tetapi sektor ini seakan bebas dari dampak negatif. 

Kredit Bermasalah Anomali Bisnis Pensiunan di Bali

Informasi Diunggah