BREN

JAKARTA &mdash; China berencana mengurangi produksi aluminium dengan cara mengintensifkan tambang-tambang yang dianggap melakukan pencemaran lingkungan.
Pada penutupan perdagangan Rabu (2/8), harga alumunium di London Metal Exchange (LME) naik 19 poin atau 1% menjadi US$1.926 per ton. Angka ini menunjukkan kenaikan 13,76% sepanjang tahun berjalan. Tahun lalu, harga aluminium tumbuh 12,34%. Per 30 Desember 2016, harga berada di posisi US$1.693 per ton.
Analis Commerzbank AG Daniel Briesemann menyampaikan, harga aluminium yang meningkat dalam jangka pendek ditopang oleh rencana China mengurangi kapasitas produksi. Sentimen ini akan memengaruhi volume pasokan di pasar global.
Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2016 Negeri Panda memproduksi 31,87 juta ton aluminium, atau 55,37% dari suplai global sejumlah 57,56 juta ton. China juga menyerap 31,62 juta ton aluminium yang setara dengan 54,40% konsumsi global sebesar 58,11 juta ton.
Adapun produsen terbesar bauksit, sebagai bahan baku aluminium, ialah Australia. Tahun lalu, Negeri Kangguru menghasilkan 81,74 juta ton, atau 30,23% dari total pasokan bauksit global sebanyak 270,36 juta ton. China berada di peringkat kedua dengan produksi bauksit sejumlah 65 juta ton.
&ldquo;Harga jelas bereaksi akibat berita China yang akan mengurangi kapasitas produksi di sejumlah tambang,&rdquo; tutur Briesemann seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (3/8).
Pada Senin (31/7), Xinfa Group menutup produksi aluminiumnya yang mencapai 531.000 ton per tahun. Perusahaan dianggap melanggar izin lingkungan setelah dilakukan pengecekan pada 28 Juli 2017.
Menurut salah satu sumber Bloomberg, pemerintah China akan mengintensifkan sejumlah tambang yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Tindakan penutupan dipusatkan di Provinsi Shandong, yang menyumbang 30% suplai aluminium di China.
Selain di Shandong, tutur sumber tersebut, pemerintah bakal menertibkan aktivitas smelter dan penambangan di 7 kota produsen aluminium terbesar. Penutupan kapasitas akan dilakukan oleh pemerintah daerah setempat dan berlangsung pada 15 Noivember 2017&mdash;15 Maret 2018.
Menurut analis CRU Group Jackie Wang, total suplai aluminium di Shandong mencapai 12 juta ton dari kapasitas pasokan China sejumlah 40 juta ton. Dia berpendapat langkah yang dilakukan pemerintah bertujuan menertibkan tambang ilegal.
Hongqiao Group Ltd., pengelola smelter alumunium terbesar di China juga akan menutup lebih dari 2 juta ton kapasitas pengolahan yang sudah usang. Namun, perusahaan akan menggantinya dengan fasilitas yang berkapasitas serupa.
Analis Antaike Information Development Co Fu Chaoge menuturkan, pengurangan pasokan 2 juta ton dari Hongqiao berdampak signifikan terhadap harga aluminium global. Apalagi jika pemerintah China menegaskan pengetatan kebijakan terhadap smelter di dalam negeri. (Bloomberg/ Hafiyyan)

 JAKARTA — China berencana mengurangi produksi aluminium dengan cara mengintensifkan tambang-tambang yang dianggap melakukan pencemaran lingkungan. 

Penertiban Aktivitas Tambang China Berencana Kurangi Pasokan Aluminium

Informasi Diunggah