BREN

PENYALURAN KREDIT UMKM Boleh Latah, Asal Serius
Sektor perdagangan besar dan eceran masih mendominasi penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro kecil dan menengah. Namun, dengan karakter pelaku usaha dari sektor itu kerap latah terhadap tren bisnis yang sedang laris, apakah bank menilainya sebagai risiko kredit?
Surya Rianto <a href="mailto:surya.rianto@bisnis.com">surya.rianto@bisnis.com</a>
Bicara sektor perdagangan besar dan eceran pada segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Agustus 2016 penyaluran kredit sektor itu tumbuh 5,71% menjadi Rp418,45 triliun dibandingkan dengan akhir tahun lalu.
Apabila dirinci, sektor makanan dan minuman disebut salah satu yang punya porsi cukup besar dalam kredit sektor perdagangan besar dan eceran, yakni sebesar 33%.
Sektor makanan dan minuman pun bisa dijadikan salah satu contoh fenomena latah bisnis UMKM.
Bayangkan, semaraknya kehadiran kedai mie instan kekinian seperti, Warunk Upnormal, Kafe Whatsup, Waroeng Mee, Travelmie, dan sebagainya.
Bukan sekedar kedai mie instan saja yang menjadi kekinian, martabak pun bertransformasi bak bisnis kedai mie instan tersebut. Sebagai contoh, ada Martabak San Fransisco sampai Martabak Rakyat.
Jauh sebelumnya, Yunita Resmi Sari, Kepala Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia (BI), mencontohkan beberapa bisnis latah UMKM sektor makanan minuman yang sempat menjadi tren salah satunya usaha jus.
Usaha mengolah buah segar menjadi minuman itu pun juga digeluti artis-artis ternama, bukan hanya itu kebab pun sempat menjadi tren bisnis kala PT Baba Rafi Indonesia cukup sukses dengan kebab Turkinya.
Yunita pun menyebutkan karakter bisnis latah UMKM itu bisa saja dipandang sebagai risiko, tetapi semua kembali dengan perilaku debitur tersebut. Bisa saja, keputusan menjadi pengikut bisnis yang sedang tren menjadi titik awal perkembangan usaha yang pesat bila diiringi dengan inovasi dan kreativitas.
&ldquo;Inovasi dan kreativitas harus diperhatikan bila cenderung menjadi follower. Pasalnya, persaingan pasti kian ketat dan sudah ada pemimpin pasarnya,&rdquo; ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Meskipun begitu, Bianto Surodjo, Direktur PT Bank Permata Tbk., pun menilai sektor UMKM makanan dan minuman ini punya potensi besar. Apalagi, sektor itu termasuk ke dalam consumer goods yang relatif memiliki daya tahan krisis yang baik.
&ldquo;Dengan potensi yang baik, dari segi risiko pun sampai saat ini [Bank Permata] masih terkendali dan baik,&rdquo; ujarnya.
STRATEGI BISNIS
Mohammad Irfan, Direktur PT Bank Rakyat Indonesia Tbk., menuturkan karakter latah para pelaku UMKM itu sebenarnya strategi agar bisnis mereka bisa bertahan.
Misalnya, hari ini jualan permen, tetapi bulan depan permintaan yang ramai itu pisang goreng. Jadi, pilihan terbaik ya beralih menjadi jualan pisang goreng untuk menjaga kinerja pendapatan.
&ldquo;Soalnya, modal mereka [UMKM] kan kecil, jadi sulit kalau bertahan di satu produk saja. Lalu, kami pun sebagai bank tidak menilainya sebagai risiko karena yang paling penting adalah angsuran kreditnya lancar,&rdquo; tuturnya.
Irfan pun menceritakan di Temanggung, Jawa Tengah, ada penjual kopi yang dulunya adalah penjual gypsum untuk langit-langit gedung atau rumah. Dia bisa menjadi lebih sukses dengan menjual kopi setelah berganti usaha dari penjual gypsum yang bangkrut.
&ldquo;Intinya, segmen UMKM itu memiliki entry barier yang rendah karena kerap berganti lini bisnis dan perpindahan itu pun sangat mudah,&rdquo; ujarnya.
Haryono Tjahjarijadi, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk., pun mengatakan menjadi pengikut atau latah masuk ke bisnis yang sedang tren itu tidak membuat profil risiko menjadi tinggi.
Namun, dengan catatan konsistensi dan komitmen dalam menjalankan bisnisnya harus kuat. &ldquo;Di luar itu, untuk bisnis makanan dan minuman yang paling penting lagi adalah kreativitas agar konsumen tidak mudah bosan,&rdquo; ujarnya.
Senada dengan Haryono, Direktur PT Bank Mandiri Tbk. Tardi pun menyebutkan karakter latah itu adalah keunikan dari bisnis UMKM. Modalnya tidak terlalu banyak sehingga untuk investasi atau ekspansi mudah, tetapi risikonya tinggi juga.
&ldquo;Paling penting, pelaku UMKM yang latah mengikuti tren bisnis itu bukan karena coba-coba, tetapi benar-benar ingin mengembangkan bisnisnya secara serius,&rdquo; sebutnya.
Jadi, bagi yang memiliki usaha latah dengan tren dan membutuhkan tambahan modal dari bank tak perlu ragu mengajukan pinjaman.
Namun, pastinya usahanya bukan coba-coba, tetapi serius untuk mengembangkannya, dengan catatan rata-rata bank di Indonesia baru memberikan kredit bila usaha sudah berjalan selama dua tahun, kecuali Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih ringan yakni jalan.
Lima Besar Sektor Usaha Kredit UMKM Periode 2011-2016 (Rp triliun)
<table>
<tbody>
<tr>
<td>
Perdagangan
</td>
<td>
Industri
</td>
<td>
Agribisnis
</td>
<td>
Real Estate, Usaha
</td>
<td>
Jasa Masyarakat,
</td>
</tr>
<tr>
<td>
Besar dan
</td>
<td>
Olahan
</td>
<td>
&nbsp;
</td>
<td>
Usaha Persewaan,
</td>
<td>
Hiburan, Sosial, Budaya,
</td>
</tr>
<tr>
<td>
Eceran
</td>
<td>
&nbsp;
</td>
<td>
&nbsp;
</td>
<td>
Jasa Perkantoran
</td>
<td>
dan Perorangan
</td>
</tr>
<tr>
<td>
418,45
</td>
<td>
77,86
</td>
<td>
63,82
</td>
<td>
39,72
</td>
<td>
34,02
</td>
</tr>
<tr>
<td>
5,71
</td>
<td>
1,75
</td>
<td>
4,5
</td>
<td>
7,67
</td>
<td>
-7,62
</td>
</tr>
</tbody>
</table>
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, diolah Ket: * sampai Agustus 2016, year to date (YTD) BISNIS/HUSIN PARAPA

 
Sektor perdagangan besar dan eceran masih mendominasi penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro kecil dan menengah. Namun, dengan karakter pelaku usaha dari sektor itu kerap latah terhadap tren bisnis yang sedang laris, apakah bank menilainya sebagai risiko kredit? 

Penyaluran Kredit Umkm Boleh Latah, Asal Serius

Informasi Diunggah