BREN

MEDAN &mdash; Pemerintah Provinsi Sumatra Utara meminta pemerintah kabupaten dan kota di daerahnya mengalokasikan anggaran kegiatan PUP atau Penilaian Usaha Perkebunan mulai 2018.
Yoseph Pencawan yoseph.pencawan@bisnis.com 
Kepala Dinas Perkebunan Sumatra Utara Herawati mengungkapkan selama ini ketersediaan anggaran masih menjadi masalah utama dalam kegiatan PUP.
"Semua pemerintah kabupaten dan kota harus menganggarkan PUP sesuai dengan kewenangannya masing-masing," ujarnya di sela-sela acara bertajuk Pembinaan Usaha Perkebunan, Implementasi Permentan No.98 Tahun 2013, di Medan, Senin (17/7).
Dia menjelaskan, berdasarkan Permentan No.7/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, pelaksanaan PUP tidak hanya mencakup perkebunan yang sudah beroperasi, tetapi juga perkebunan yang masih dalam tahap pembangunan.
Karena itu, dia meminta kepada seluruh kabupaten dan kota penghasil kelapa sawit di provinsinya untuk mengakomodir alokasi dana PUP pada Tahun Anggaran 2018 sesuai dengan kewenangannya masing-masing, melalui APBD.
"Enggak mahal sebetulnya, Rp200 juta saja sudah bisa menilai. Namun, belum semua pemerintah kabupaten peduli menganggarkannya, padahal PUP ini hanya tiga tahun sekali," ujarnya.
Pemprov sendiri, kata dia, mengalokasikan anggaran PUP sebesar Rp250 untuk tahun depan.
Ini karena Pemprov hanya dapat mengalokasikan dana PUP untuk penilaian kebun/PKS yang menjadi kewenangan provinsi.
Adapun jumlah kebun atau PKS yang beroperasi di Sumut berjumlah 300 dan yang menjadi kewenangan provinsi hanya sebanyak 47.
Lebih lanjut, dia menuturkan, PUP merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Pemda. Ini mengingat hasil penilaian, berupa kelas kebun, menjadi salah satu prasyarat dalam proses sertifikasi ISPO, yang diatur dalam Permentan No.11/2015.
Dari 47 kebun atau PKS yang menjadi wewenang PUP Pemprov Sumut, sebanyak 4 kebun berstatus kelas I, 18 kebun kelas II, 21 kebun kelas III dan hanya satu kebun yang masih menyandang kelas V.
PENERIMA ISPO 
Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Perkebunan Sumut dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan, jumlah perusahaan perkebunan di Sumut yang telah mendapatkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO sebanyak 45 kebun/PKS.
Jumlah itu baru 15% dari total 300 kebun/PKS yang ada di Sumut.
Dia memastikan, ketersediaan anggaran menjadi salah satu kendala yang paling mempengaruhi kelancaran pengurusan sertifikat ISPO oleh kalangan perkebunan sawit di provinsinya.
Masalah berikutnya, tambah dia, adalah mengenai ketersedia an tenaga penilai yang mengemuka setelah keluarnya Struktur Or ganisasi dan Tata Kerja (SOTK) pemerintah daerah yang baru. Di mana setelah SOTK baru tersebut dikeluarkan, banyak dari pemda mengubah posisi personalia, termasuk para tenaga penilai.
Bahkan, banyak dari para tenaga penilai yang kini ditempatkan pada satuan kerja yang berbeda dan dengan jabatan non-teknis.
Kondisi itu membuat tenaga penilai yang dipindahkan tidak dapat lagi melakukan tugas PUP.
Dengan jumlah yang ada pun sebenarnya Sumut masih kekurangan tenaga penilai. Saat ini Sumut hanya memiliki sekitar 30 tenaga penilai PUP yang bersertifikat, termasuk enam di antaranya yang merupakan pegawai Pemprov. Sedangkan 24 lainnya dimiliki oleh 13 dari 33 kabupaten/kota yang ada di Sumut.
Padahal, lanjut dia, setiap kabupaten dan kota memiliki setidaknya tiga orang tenaga penilai. Dan untuk melakukan penambahan, lagi-lagi harus terbentur pada ketiadaan anggaran di daerah.
Pemerintah Pusat memang membebaskan biaya sertifikasi tenaga penilai PUP, tetapi biaya penugasan tetap ditanggung daerah asal. "Provinsi sebenarnya memberi solusi dengan meminjamkan tenaga penilai untuk melakukan PUP di kabupaten kota, tetapi dana operasionalnya harus dari daerah juga. Kembali lagi, terbentur masalah anggaran di daerah yang tidak ada."

 MEDAN — Pemerintah Provinsi Sumatra Utara meminta pemerintah kabupaten dan kota di daerahnya mengalokasikan anggaran kegiatan PUP atau Penilaian Usaha Perkebunan mulai 2018. 

Sertifikasi Ispo Sumut Minta Daerah Siapkan Anggaran Pup

Informasi Diunggah