BREN

Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pem Korupsi (KPK) ter- hadap ok Peme be rik ran sa Keuangan num Bada tasan (BPK) seharusnya dijadikan momentum bagi BPK untuk berbenah diri sambil memberi peluang implemetasi SNI ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan sesuai Inpres No. 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Isi Inpres itu, antara lain telah menginstruksikan kepada Badan Standardisasi Nasional (BSN) agar membangun infrastruktur hingga terbitnya sertifikat ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.
Instruksi tersebut berasal dari keprihatinan Presiden terhadap anjloknya rating daya saing Indonesia yang dikeluarkan oleh World Economic Forum tahun lalu yang menurun drastis, dari posisi 37 ke posisi 41.
Dari 16 faktor yang menyebabkan penurunan indeks, korupsi menduduki urutan teratas lalu diikuti oleh inefisiensi birokrasi pemerintah.
Sedangkan kejahatan dan pencurian di urutan 14. Hal tersebut membuktikan korupsi menjadi ancaman terbesar kekalahan daya saing Indonesia di mata dunia.
Penurunan rating juga terjadi di bidang corporate governance yang dikeluarkan oleh Asian Corporate Governance Association tahun 2016.
Indonesia berada di urutan buncit dari 11 negara, di bawah Filipina.
Adapun, Malaysia di urutan 6.
Musabab utama karena governance hanya dipandang sebagai nilai etik belaka dan tidak ada sanksi atas pelanggaran kaidah governance. Karenanya risiko suap yang seharusnya bisa dicegah lewat kaidah governance menjadi terabaikan.
Klimaks penurunan rating terjadi pada Index Persepsi Korupsi oleh Transparansi Internasional yang menurun, dari peringkat 88 menjadi peringkat 90.
Berdasarkan ketiga fakta diatas rasanya sulit mengharapkan tiga pilar negara eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk secara serius memberantas korupsi.
Diperlukan terobosan di luar sistem pemerintahan, yaitu dengan mengadopsi standar internasional yang selama ini digunakan dunia swasta dalam menata persaingan bisnis yang dikenal dengan standard ISO (International Standard Organisation).
Indonesia telah menjadi anggota organisasi ISO di bawah PBB sejak 1954 dan telah mengadopsi ratusan standar, dari 20.000 standar yang diterbitkan oleh ISO. Penerapan standar ISO bersifat mandatori maupun sukarela sesuai kebutuhan di masing masing negara.
ISO 37001 yang telah diadopsi oleh BSN menjadi SNI ISO 37001 dapat digunakan untuk mengakses sistim manajemen anti penyuapan di instansi pemerintah, swasta dan lembaga non-profit.
ISO 37001 semula digagas oleh Inggris yang telah memiliki standar sendiri tentang anti penyuapan BS 10500. British Standard seringkali menjadi rujukan dikalangan negara persemakmuran, sehingga tidak jarang sering menjadi rujukan dalam pembuatan standar oleh ISO.
Gagasan Inggris tersebut dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas masih banyaknya penyuapan di dunia kendati sudah banyak yang dihukum berdasarkan Anti Bribery and Corruption Act. Kasus terakhir menyeret Roll Royce yang telah menyuap Direkur Utama Garuda ketika itu.
Gagasan Inggris tersebut mendapat dukungan kuat dari Amerika setelah menimbang kurang efektifnya Foreign Corrupt Practices Act dalam memberantas penyuapan di dunia meski telah banyak perusahaan multi nasional yang diganjar denda jutaan dolar seperti Alstom karena terbukti menyuap antara lain pengadaan Projek Listrik Tenaga Uap Tarahan di Indonesia.
Ditengah usaha berbagai negara bahu membahu mencegah korupsi, sangat ironis oknum lembaga tinggi negara BPK malah tertangkap tangan menerima suap oleh KPK.
Peristiwa tersebut seolah membenarkan sinyalemen publik selama ini bahwa Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK dapat diperjualbelikan.
Akibatnya kepercayaan publik terhadap opini BPK menjadi pudar. Bisa jadi Opini WTP oleh BPK terhadap suatu instansi tidak menjamin bebas korupsi. Atau sebaliknya opini Wajar Dengan Pengecualian oleh BPK belum tentu ada unsur korupsinya.
Opini hasil audit BPK seyogyanya sama kuatnya dengan putusan Mahkamah Agung, meski bukan produk yang diproses secara berjenjang seperti putusan pengadilan. Tetapi karena opini itu produk lembaga tinggi negara, sudah seharusnya menjadi harga mati seperti NKRI.
Karenanya harus ada tindakan korektif yang kongkret oleh BPK sendiri. DPR semestinya bisa melakukan tindakan korektif bila BPK enggan. Bahkan sebenarnya jauh jauh hari OTT tidak akan terjadi bila DPR menggunakan haknya untuk mendesak BPK agar mematuhi rekomendasi hasil review BPK Belanda Algemene Rekenkamer pada 2009 dan review BPK Polandia Najwyzsza Izba Kontroli pada 2014.
Kedua review tersebut telah secara jelas menunjuk secara spesifik kelemahan kinerja BPK. Mungkin ada baiknya DPR merekomendasikan moratorium secara terbatas kepada BPK untuk berbenah diri.
Selanjutnya meminta BPKP menggantikan BPK untuk sementara waktu.
AKREDITASI ASESOR
Hal tersebut akan membuka peluang bagi asesor yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional untuk turut me-review Sistem Manajemen Anti Penyuapan di instansi pemerintah berdasarkan SNI ISO 37001.
Berikut beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam membangun infrastruktur agar sertifikasi SNI ISO 37001 tidak mengalami nasib yang sama seperti opini BPK.
Pertama, harus dibangun pemahaman prima di kalangan asesor bahwa setifikat SNI ISO 37001 tidak sama dengan sertifikat SNI ISO lain.
SNI ISO 37001 memiliki nilai strategis untuk memperbaiki bangsa dari keterpurukan. Mungkin setara dengan rekomendasi KPK pada fungsi pencegahan.
Kedua, integritas asesor harus menjadi standar utama assessment yang sebisa mungkin mendekati integritas penyidik KPK. Bilamana perlu akreditasi asesor SNI ISO 37001 agar diberikan secara sangat selektif.
Ketiga, sekali sertifikat SNI ISO 37001 dikeluarkan oleh asesor, harus bisa dipastikan tidak akan ada kasus penyuapan. Dalam bahasa KPK, keputusan KPK menetapkan seseorang sebagai Tersangka tidak akan pernah dicabut kembali. Karena itu maka peranan Asosasi Profesi Asesor menjadi sangat strategis dalam menjamin tegaknya etika profesi.
Standar etika yang sama harus juga diterapkan dalam menerbitkan sertikasi SNI ISO 37001 terhadap perusahaan swasta karena sertifikat tersebut memiliki fungsi strategis dapat menjadi tameng bagi perusahaan swasta untuk lepas dari jerat UU Tipikor.
Dalam dinamika sertifikasi selalu timbul dilema bagi pihak yang diasses, apakah keterbukaannya tidak akan menimbulkan risiko hukum terjerat UU Tipikor, mengingat Peraturan Mahkamah Agung tidak mungkin mengeliminir UU Tipikor.
Untuk menghindari keraguan itu, kiranya perlu dibuat kebijakan transisi berupa pemutihan seperti tax amnesty. Kebijakan pemutihan yang saat ini sedang populer di dunia untuk menghindari Foreign Corrupt Practices Act dikenal dengan disgorgement.
Pengakuan menyuap dengan risiko membayar denda setengah dari kewajiban denda yang jumlahnya dua kali keuntungan atau dua kali kerugian yang dialami oleh perusahaan yang melakukan suap. Itu sebabnya mengapa denda kepada Alstom di atas, sangat besar mencapai US$772 juta.
Selanjutnya, mengingat perbandingan skala organisasi antara instansi pemerintah berbeda jauh dengan skala organisasi perusahaan swasta, apalagi dengan lembaga non-profit, kiranya perlu dibuat peringkat sertifikat sesuai besaran organisasi yang diases.
Hak tersebut sangat dimungkinkan sesuai kebutuhan masing masing negara, karena pada dasarnya hukum di masing-masing negara yang akan mengikat dalam menerapkan ISO. Mengingat kompleksitas yang begitu tinggi dalam penerapan ISO 37001 membuat masa penerapannya di Tiongkok butuh waktu persiapan 3 tahun.

 Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pem Korupsi (KPK) ter- hadap ok Peme be rik ran sa Keuangan num Bada tasan (BPK) seharusnya dijadikan momentum bagi BPK untuk berbenah diri sambil memberi peluang implemetasi SNI ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan sesuai Inpres No. 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. 

Sertifikasi Manajemen Anti Penyuapan

Informasi Diunggah