PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) membukukan rugi bersih senilai Rp3,05 triliun sepanjang 2021. Padahal, anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) tersebut masih mencatatkan cuan senilai Rp31,26 miliar pada 2020.
Manajemen bank menjelaskan bahwa hal tersebut karena dibentuknya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang mencapai Rp3,88 triliun. Ini merupakan dampak dari langkah strategis Bank Raya untuk melakukan pengelolaan kualitas aset, khususnya untuk kredit konvensional eksisting yang memiliki kualitas rendah
Alhasil, perseroan melakukan hapus buku atas kredit bermasalah sebesar Rp3,07 triliun pada 2021. Bank Raya menyampaikan pengelolaan kredit bermasalah atau bad debts tersebut perlu dilakukan agar tidak menghambat laju transformasi digital ke depan.
Sementara, pendapatan bunga bank juga mengalami penurunan 14,72% (yoy) dari Rp1,93 triliun menjadi Rp1,65 triliun. Beban bunga bank pun menyusut 40,80% (yoy) dari Rp1,31 triliun menjadi Rp773,62 miliar. Namun, Bank Raya masih mencatatkan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 39,85% (yoy) menjadi Rp873,57 miliar.
Upaya menjadi bank digital juga menggerus aset perseroan sebesar 39,8% (yoy) dari Rp28,02 triliun menjadi Rp16,87 triliun. Hal tersebut utamanya disebabkan oleh penyaluran kredit yang terkoreksi 40,45% (yoy) dari Rp19,49 triliun menjadi Rp11,61 triliun.
Penurunan kredit terjadi karena adanya penataan kembali portofolio bisnis untuk fokus kepada pengembangan bisnis digital. Alhasil, perseroan melakukan penyesuaian terhadap porsi kredit menengahnya.
Dari sisi pendanaan, Bank Raya membukukan dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp13,50 triliun atau turun 41,31% (yoy) dari sebelumnya Rp23 triliun. Penurunan DPK terjadi karena bank mengembangkan digital saving, terutama untuk meningkatkan dana murah.
Perseroan juga menetapkan penurunan suku bunga simpanan. Selain itu, Bank Raya melakukan penyesuaian kebutuhan dana akibat perubahan fokus bisnis.