Membaiknya mobilitas masyarakat karena melandainya kasus Covid-19 telah mendorong pemulihan ekonomi Indonesia pada Maret 2022. Namun demikian, Indonesia diterpa oleh kenaikan harga sejumlah komoditas sejak bulan tersebut.

Berbagai kondisi itu turut mempengaruhi berbagai indikator ekonomi makro Indonesia yang dirilis pada April 2022. DataIndonesia.id pun merangkum data-data tersebut dalam laporan bertajuk Indikator Ekonomi Makro April 2022.

Berikut ini rangkuman sejumlah indikator ekonomi makro per April 2022:

Tingkat inflasi Indonesia secara bulanan (month-to-month/m-to-m) sebesar 0,66% dengan Indeks Harga Konsumen mencapai 108,95 pada Maret 2022. Nilai ini naik tajam dibandingkan pada bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,02%.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, inflasi Maret 2022 merupakan yang tertinggi sejak Mei 2019. Ketika itu, tingkat inflasi bulanan tercatat sebesar 0,68% (m-to-m).

Sementara, tingkat inflasi secara tahunan (year on year/yoy) tercatat sebesar 2,64% pada Maret 2022. Secara tahun berjalan (year to date/ytd), inflasi sebesar 1,2%.

Inflasi pada Maret 2022 didorong kenaikan harga yang ditunjukkan meningkatnya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran. Salah satunya adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang memiliki tingkat inflasi 1,47% (m-to-m) dengan andil 0,38%.

Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi, antara lain cabai merah, minyak goreng, telur ayam ras, bawang merah, cabai rawit serta tempe. Masing-masing menyumbang sebesar 0,1%, 0,04%, 0,04%, 0,03%, 0,03%, dan 0,02%.

BPS juga melaporkan, indeks harga pada komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,3% (m-to-m). Komponen tersebut memberikan andil sebesar 0,2% terhadap inflasi Maret 2022.

Dari 90 kota yang dipantau BPS, 88 kota mengalami inflasi dan dua lainnya deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Merauke sebesar 1,86%. Sedangkan, deflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 0,27%.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) secara nasional sebesar 109,27 pada Maret 2022. Angka tersebut naik 0,75% dibandingkan pada bulan sebelumnya (m-to-m) yang sebesar 108,46.

IHPB juga mengalami kenaikan sebesar 1,49% secara tahun kalender (ytd). Jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), maka IHPB per Maret 2022 masih lebih tinggi 3,54%.

Menurut sektornya, IHPB pertanian memiliki pertumbuhan terbesar pada Maret 2022, yakni 1,53% (m-to-m). Di sektor industri, IHPB mengalami peningkatan 0,57% (m-to-m).

Kemudian, IHPB di sektor pertambangan dan penggalian naik 0,89% (m-to-m). Sektor industri masih menjadi kontributor terbesar IHPB, yakni 0,46%.

Sektor pertambangan dan penggalian menyumbang andil 0,01%. Sedangkan, sektor pertanian menyumbang andil terhadap penurunan IHPB sebesar 0,28%.

Adapun, IHPB bahan bangunan/konstruksi secara umum ikut naik sebesar 0,54% pada Maret 2022 (m-to-m). Kenaikan ini disebabkan oleh inflasi harga solar 1,35%, aspal 1,14%, besi beton 0,84%, batu pondasi bangunan 0,56%, dan pasir 0,45%.

Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia sebesar 51,3 poin pada Maret 2022. Nilai tersebut naik 0,19% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar 51,2 poin.

Meski naik dibanding bulan sebelumya, angkanya masih lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. PMI manufaktur Indonesia tercatat sebesar 53,2 poin pada Maret 2021.

Menurut IHS Markit, sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi selama tujuh bulan berturut-turut. Meski kenaikan output dan pesanan baru melambat, kepercayaan bsinis meningkat tajam di antara perusahaan manufaktur seriring meredanya Covid-19 varian Omicron.

Tingkat ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian juga mengalami kenaikan. Kendati, kinerja pemasok mengalami penurunan setelah membaik dalam dua bulan terakhir.

Dari segi harga, biaya input dan output pada Maret 2022 terus naik di kisaran yang lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya. Perusahaan manufaktur mengaitkan peningkatan harga bahan baku dan nilai tukar mata uang menjadi penyebab dari beban biaya yang lebih tinggi kepada klien.

(Baca: PMI Manufaktur RI Naik Tipis pada Maret 2022)

Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$4,53 miliar pada Maret 2022. Ini melanjutkan tren surplus neraca perdagangan selama 23 bulan atau hampir dua tahun sejak Mei 2020.

Nilai surplus tersebut meningkat 18,28% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar US$3,83 miliar. Angkanya pun juga lebih tinggi 188,54% jika dibandingkan pada Maret 2021 yang sebesar US$1,57 miliar.

Secara rinci, surplus neraca perdagangan yang berasal dari sektor nonmigas sebesar US$6,62 miliar. Sementara, neraca perdagangan migas Indonesia masih mengalami defisit US$2,09 miliar.

Surplus neraca perdagangan tersebut lantaran nilai ekspor yang lebih tinggi dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia sebesar US$26,5 miliar pada bulan lalu.

Jumlah itu tumbuh 29,42% dari bulan sebelumnya yang sebesar US$20,47 miliar. Angkanya pun juga masih lebih tinggi 44,36% jika dibandingkan pada Maret 2021 yang sebesar US$18,35 miliar.

Sementara, nilai impor Indonesia tercatat sebesar US$21,97 miliar pada Maret 2022. Jumlah itu naik 32,02% jika dibandingkan bulan sebelumnya dan 30,85% secara tahunan. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi Indonesia sebesar Rp282,4 triliun pada kuartal I/2022. Realisasi tersebut merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Secara kuartal (q-to-q), realisasi investasi Indonesia mengalami kenaikan 16,9% dari sebelumnya yang senilai Rp241,6 triliun. Jumlahnya juga mengalami kenaikan 28,5% dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu (yoy) sebesar Rp219,7 triliun.

Realisasi investasi Indonesia pada kuartal I/2022 paling banyak berasal dari penanaman modal asing (PMA), yakni Rp147,2 triliun atau setara 52,12%. Jumlah itu mengalami kenaikan 31,8% dibandingkan pada kuartal I/2021 yang sebesar Rp111,7 triliun.

Sementara, realisasi investasi yang berasal penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp135,2 triliun atau 47,88%. Jumlah itu juga meningkat 25,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp108 triliun.

Menurut sektornya, realisasi investasi pada kuartal I/2022 paling banyak ke industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya senilai Rp39,7 triliun. Setelahnya ada sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi yang menerima aliran modal sebesar Rp39,5 triliun.

Investasi yang masuk ke sektor pertambangan serta perumahan, kawasan industri, dan perkantoran masing-masing sebesar Rp35,2 triliun dan Rp24,9 triliun. Sedangkan, investasi ke sektor listrik, gas, dan air sebesar Rp23,1 triliun.

Menurut lokasinya, investasi paling banyak masuk ke Jakarta pada tiga bulan pertama 2022, yakni Rp40,4 triliun. Disusul oleh Jawa Barat dengan realisasi investasi sebesar Rp39,5 triliun.

Penanaman modal ke Riau sebesar Rp23,7 triliun. Sementara, investasi yang ditujukan ke Jawa Timur dan Sulawesi Tengah masing-masing sebesar Rp23,6 triliun dan Rp20 triliun.

(Baca: Singapura Pimpin Investasi Ke Indonesia pada Kuartal I/2022)

Bank Indonesia (BI) mencatat, keyakinan konsumen Indonesia kembali menurun pada Maret 2022. Ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang sebesar 111 poin pada bulan lalu.

Angka tersebut lebih rendah 1,86% dari bulan sebelumnya yang sebesar 113,1 poin. Kendati, IKK masih lebih tinggi 18,84% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 93,4 poin.

Pada kuartal I/2022, IKK tetap kuat di posisi 114,6 poin. Namun, angkanya masih lebih rendah ketimbang kuartal sebelumnya yang sebesar 116,7.

Penurunan IKK didorong oleh melemahnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Hal itu tecermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang turun 1,68% (m-to-m) menjadi 93,9 poin pada Maret 2022.

Sejalan dengan itu, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan juga menurun. Ini sebagaimana tergambar dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang sebesar 128,1 poin atau terkontraksi 2,06% (m-to-m) pada bulan lalu.

Kemudian, Indeks Penjualan Riil (IPR) sebesar 200 poin pada Februari 2022. Angka tersebut terkontraksi 4,5% dibandingkan pada Januari 2022 (m-to-m) yang senilai 209,6 poin.

Sementara, IPR pada Februari 2022 mengalami pertumbuhan 12,9% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Namun, pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar 15,2%.

Lebih lanjut, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha yang sebesar 8,71% pada kuartal/I 2022. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan pada kuartal/IV 2021 yang sebesar 7,58%. Selain itu, SBT kegiatan usaha juga masih lebih besar dibandingkan pada kuartal I/2021 yang sebesar 4,5%.

Peningkatan kinerja usaha terindikasi terutama di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Nilai SBT dari sektor tersebut meningkat dari -2,23% menjadi 2,4% pada kuartal pertama tahun ini.

Selain itu, nilai SBT sektor industri pengolahan tumbuh dari 0,5% menjadi 0,84% pada kuartal I/2022. SBT sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan juga naik dari 2% menjadi 2,08%.

Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5% pada April 2022. Dengan demikian, suku bunga acuan BI tak berubah selama 14 bulan sejak Februari 2021.

Bank sentral pun tetap mempertahankan suku bunga deposit facility sebesar 2,75%. Kemudian, suku bunga lending facility stagnan di level 4,25%.

Keputusan BI sejalan dengan perkiraan para ekonom. Kendati, hal itu berlawanan dengan langkah sejumlah bank sentral negara maju yang menaikkan suku bunga acuannya, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Kanada.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi. Hal tersebut pun sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat, terutama akibat ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kembali mengalami surplus sebesar Rp10,3 triliun pada Februari 2022. Angka tersebut setara dengan 0,06% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Surplus APBN ini berbanding terbalik dengan periode serupa tahun sebelumnya yang mengalami defisit sebesar Rp143,7 triliun. Meski demikian, surplus pada bulan lalu lebih rendah dibandingkan pada Februari 2022 yang sebesar Rp19,7 triliun.

Adapun, surplus APBN disebabkan realisasi belanja negara lebih rendah dibandingkan pendapatan. Secara rinci, realisasi pendapatan negara sebesar Rp501 triliun pada Februari 2022.

Jumlah itu naik 32,1% dari Maret 2021 yang mencapai Rp379,4 triliun. Realisasi pendapatan negara tersebut juga mencapai 27,1% dari target APBN yang sebesar Rp1.846,1 triliun.

Realisasi pendapatan negara paling besar dari penerimaan pajak, yakni Rp322,5 triliun. Pendapatan yang berasal dari penerimaan kepabeanan & cukai mencapai Rp79,3 triliun. Sedangkan, PNBP menyumbang Rp99,1 triliun.

Sementara, realisasi belanja negara mencapai Rp490,6 triliun pada bulan lalu, turun 6,2% dari Maret 2021 yang sebesar Rp523 triliun. Nilai tersebut setara dengan 18,1% dari target APBN sejumlah Rp2.714,2 triliun.

Realisasi itu paling besar dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp314,2 triliun. Ada pula belanja yang berasal dari transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) senilai Rp176,5 triliun.

(Baca: APBN RI Lanjutkan Surplus Rp10,3 Triliun pada Maret 2022)

BI mencatat, utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar US$416,3 miliar pada akhir Februari 2022. Jumlah itu naik 0,53% dari bulan sebelumnya (month to month/m-to-m) yang sebesar US$414,1 miliar.

Meski demikian, ULN Indonesia tersebut masih lebih rendah 1,5% (yoy) dibandingkan pada Februari 2022 yang sebesar US$422,7 miliar. Penurunan secara tahunan ini lebih rendah dibandingkan pada Januari 2022 yang sebesar 1,6% (yoy).

Mayoritas ULN Indonesia masih berasal dari pemerintah, yakni US$201,1 miliar. ULN yang berasal dari bank sentral senilai US$8,9 miliar. Sementara, ULN swasta tercatat sebesar US$206,3 miliar.

Rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) terjaga di kisaran 34,2%. Struktur ULN INdonesia juga didominasi oleh utang jangka panjang dengan panga 87,8%.

Di sisi lain, data Kemenkeu meunjukkan posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp7.052,5 triliun pada akhir Maret 2022. Nilai tersebut naik 0,54% dibanding bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.014,58 triliun.

Selain itu, posisi utang pemerintah juga naik 9,42% jika dibandingkan pada peridoe yang sama tahun sebelumnya. Pada Maret 2021, utang pemerintah sebesar Rp6.445,07 triliun.

Meningkatnya posisi utang pemeritnah seiring dengan penerbitan surat berharga negara dan penarikan pinjaman pada Maret 2022. Ini untuk menutupi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Secara komposisi, utang pemerintah masih didominasi oleh SBN yang sebesar 88,24% dengan nilai Rp6.222,94 triliun. Utang pemerintah yang berbentuk pinjaman sebesar Rp829,56 triliun pada Maret 2022.

Posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$139,1 miliar pada akhir Maret 2022. Nilai itu turun 1,63% dari Februari 2022 (mtm) yang sebesar US$141,4 miliar.

Kendati, posisi cadangan devisa pada Maret 2022 masih lebih besar 1,47% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Tercatat, cadangan devisa Indonesia sebesar US$137,09 miliar pada Maret 2021.

Menurunnya posisi cadangan devisa pada Maret 2022 dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Bank sentral menilai posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan lalu setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor.

Nilai itu juga setara dengan tujuh bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, posisi cadangan devisa Indonesia berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Posisi uang beredar dalam arti luas (M2) sebesar Rp7.810,9 triliun pada Maret 2022. Jumlah tersebut tumbuh 13,3% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) sebesar Rp6.895,6 triliun.

Posisi uang beredar M2 pada Maret 2022 pun juga lebih tinggi 1,57% dari bulan sebelumnya. Tercatat jumlah uang beredar M2 sebesar Rp7.690,1 triliun pada Februari 2022.

Peningkatan uang beredar M2 didorong oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) sebesar 18,7% (yoy) menjadi Rp4.352,1 triliun. Selain itu, uang kuasi mengalami kenaikan sebesar 6,9% (yoy) menjadi Rp3.432,2 triliun.

Berlanjutnya akselerasi penyaluran kredit menjadi faktor perkembangan uang beredar M2 pada bulan lalu. Penyaluran kredit tumbuh 6,4% (yoy) pada Maret 2022, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,1% (yoy).

Sementara itu, ekspansi keuangan pemerintah melambat. Ini tecermin dari tagihan bersih kepada pemerintah pusat yang tumbuh sebesar 27,9% (yoy) pada Maret 2022, lebih rendah dari bulan sebelumnya senilai 42,7% (yoy).

Di sisi lain, aktiva luar negeri bersih mengalami kontraksi sebesar 1,5% (yoy) pada Maret 2022. Sebelumnya, aktiva luar negeri bersih tumbuh positif 1,4% (yoy) pada Febuari 2022.

(Baca: Laporan Indikator Ekonomi Makro Maret 2022)

Laporan Indikator Ekonomi Makro April 2022