Berbagai Sumber

kuriositas

Internet

Digital

ekonomi digital

film

video streaming

video

Market Intelligence

Sudah lebih dari dua tahun terakhir Farisa (27) kerap menghabiskan waktu luangnya untuk menonton film lewat aplikasi over the top&nbsp;(OTT) <a href="https://dataindonesia.id/tags/video-streaming" rel="noopener noreferrer" target="_self">streaming video</a>. Beragam judul film, mulai dari rilisan Barat hingga Korea Selatan khatam disaksikannya.Farisa mengatakan, kebiasaan barunya ini muncul karena pandemi Covid-19 kerap membatasi aktivitasnya di luar rumah. Agar tak bosan, menonton film lewat aplikasi streaming video menjadi andalannya.Bahkan, perempuan yang bekerja di perusahaan swasta ini bisa menonton film selama dua sampai tiga jam hampir setiap harinya. &ldquo;Kalau weekend bahkan bisa menonton hingga enam sampai delapan jam,&rdquo; kata Farisa kepada DataIndonesia.id pada Selasa (9/8).Farisa bukan satu-satunya orang Indonesia yang keranjingan menonton film lewat aplikasi streaming video, khususnya selama pandemi Covid-19. Dalam laporan The Trade Desk dan Kantar, 1 dari 3 konsumen Indonesia yang disurvei telah berlangganan layanan streaming&nbsp;video pada 2021.Jika melihat kuantitasnya, maka ada 83 juta pengguna layanan streaming video di tanah air. Jumlah itu mengalami kenaikan 25% dibandingkan pada tahun sebelumnya.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10875471/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Seperti Farisa, mayoritas atau 29% pengguna layanan streaming video berusia 25-34 tahun. Sebanyak 23% pengguna layanan streaming video berusia 16-24 tahun.Kemudian, ada 21% pengguna layanan streaming video yang berusia 35-44 tahun. Sedangkan, persentase pengguna layanan streaming video yang berada di rentang umur 45-54 tahun dan di atas 55 tahun masing-masing sebesar 17% dan 10%.Durasi responden Indonesia menonton tayangan di layanan streaming video mencapai 41,4 jam per bulannya. Durasi itu sudah lebih tinggi dari rata-ratanya di Asia Tenggara yang hanya 32 jam per bulan.&nbsp;Tak hanya itu, dalam laporan Data.ai, kenaikan durasi menonton streaming video di Indonesia menjadi yang tertinggi dunia. Kenaikannya tercatat sebesar 93% pada 2021 dibandingkan dua tahun sebelumnya.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/8933961/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Pandemi Covid-19 tak bisa dipungkiri menjadi salah satu alasan kenaikan durasi menonton aplikasi streaming video di dalam negeri. Namun, masih ada sejumlah keunggulan dari layanan digital tersebut yang membuat masyarakat ingin menontonnya.Menurut hasil survei Populix, 84% masyarakat Indonesia beralasan menggunakan streaming video agar bisa menontonnya kapan saja. Hal itu tak bisa dilakukan ketika mereka menonton secara langsung di bioskop atau melalui televisi.Sebanyak 77% responden menggunakan streaming&nbsp;video karena beragamnya pilihan film untuk ditonton. Ada pula 74% responden yang mencari hiburan dengan menonton film melalui streaming video.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10872157/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Kemudian, sebanyak 68% responden menggunakan streaming&nbsp;video karena tawaran pilihan film yang selalu diperbarui. Ada 63% responden yang menggunakan streaming video karena aplikasi mudah digunakan.Persentase responden yang menggunakan streaming video dengan alasan tidak terganggu iklan dan harganya terjangkau masing-masing sebanyak 57% dan 47%. Sementara, ada 13% responden memilih layanan digital tersebut karena masih khawatir pergi ke bioskop.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/digital/detail/persaingan-mendulang-potensi-cuan-layanan-pesanantar-makanan" id="isPasted" target="_self">Persaingan Mendulang Potensi Cuan Layanan Pesan-Antar Makanan</a>)</blockquote><iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10872520/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Karena berbagai keunggulan itu, banyak masyarakat rela merogoh koceknya untuk berlangganan layanan streaming&nbsp;video. Dari hasil survei Populix, mayoritas atau 53% responden mengeluarkan uang sebesar Rp100.001 hingga Rp250.000 setiap bulannya untuk berlangganan streaming&nbsp;video.Sebanyak 37% responden memiliki pengeluaran untuk berlangganan streaming&nbsp;video kurang dari Rp100.000 per bulan. Kemudian, 8% responden mengeluarkan dana sebesar Rp250.001 - Rp500.000 per bulan untuk berlangganan aplikasi streaming&nbsp;video. Sedangkan, 2% responden menghabiskan biaya sebesar Rp500.001 - Rp750.000 per bulan untuk berlangganan aplikasi streaming&nbsp;video.&nbsp;Melihat berbagai data tersebut, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, pasar streaming&nbsp;video di Indonesia sangatlah potensial. Karenanya, tak heran ada beragam perusahaan layanan OTT streaming&nbsp;video yang bersaing memanfaatkan ceruk pasar dalam negeri.&quot;Pasar yang besar tentu akan menjadi sasaran dari penyedia streaming&nbsp;video untuk masuk ke Indonesia,&quot; kata Heru kepada DataIndonesia.id pada Kamis (11/8).Hingga Juli 2022, Netflix masih menjadi layanan streaming video on demand&nbsp;yang menguasai pangsa pasar tanah air. Berdasarkan hasil survei Populix, ada 69% responden yang menggunakan layanan tersebut di dalam negeri.Posisinya diikuti oleh Disney+ yang digunakan oleh 62% responden. Kemudian, terdapat 52% responden yang menggunakan Youtube Premium.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10811293/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Persentase responden yang berlangganan VIU dan Vidio masing-masing sebesar 36% dan 25%. Lalu, ada 24% responden yang menggunakan We TV.HBO Go dan iFlix sama-sama digunakan oleh 15% responden. Sebanyak 13% responden menggunakan iQIYI.&nbsp;Mola TV dan GoPlay masing-masing digunakan oleh 12% responden. Sementara, ada 8% responden yang berlangganan Amazon Prime Video.Untuk bisa menggaet konsumen, Heru menilai para perusahaan OTT streaming&nbsp;video menawarkan harga yang cukup kompetitif. Kondisi ini dilakukan mengingat pasar Indonesia cukup sensitif terhadap harga.Pernyataan Heru pun sejalan dengan data yang dirangkum oleh DataIndonesia.id terkait harga berlangganan dari 15 platform streaming&nbsp;video di tanah air per 9 Agustus 2022.&nbsp;Masing-masing platform menawarkan harga yang cukup terjangkau bagi masyarakat Indonesia.&nbsp;Harga langganan termurah berasal dari Vision+. Biayanya dimulai dari Rp8.333 hingga Rp47.500 per bulan.&nbsp;Posisinya disusul oleh iQiyi dengan rentang harga langganan sebesar Rp10.000 sampai Rp59.000 per bulan. Disney+ Hotstar memiliki biaya langganan sebesar Rp16.584 hingga Rp39.000 per bulan.&nbsp;Vidio punya biaya berlangganan senilai Rp16.584 hingga Rp79.000 per bulan. Lalu, platform Viu memberikan paket langganan seharga Rp16.700 sampai Rp42.900 per bulan.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10865990/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Gentflix menawarkan biaya paket menonton dengan rentang harga Rp19.600 sampai Rp49.000 per bulan. Biaya langganan Catchplay+ memiliki biaya langganan sebesar Rp25.000 sampai Rp45.000 per bulan.&nbsp;Platform GoPlay milik Gojek menawarkan biaya langganan streaming video sebesar Rp45.000 untuk satu bulan. Biaya langganan untuk Amazon Prime dan HBO GO masing-masing sebesar Rp59.000 per bulan dan Rp60.000 per bulan.Apple TV+ memiliki biaya langganan seharga Rp69.000 per bulan. Kemudian, Youtube Premium mematok biaya langganannya sebesar Rp34.990 sampai Rp89.000 per bulan.Platform Mola memberikan paket langganan dengan rentang harga Rp40.000 sampai dengan Rp160.000 per bulan. Sementara, biaya berlangganan Netflix sebesar Rp54.000 sampai Rp186.000 per bulannya dan menjadi yang paling mahal di antara platform layanan streaming video lainnya.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/digital/detail/siasat-bi-menggarap-potensi-kripto-lewat-rupiah-digital" id="isPasted" target="_self">Siasat BI Menggarap Potensi Kripto lewat Rupiah Digital</a>)</blockquote> Tak Cukup Bersaing HargaPerang harga mungkin bisa jadi pendorong masyarakat untuk berlangganan streaming&nbsp;video. Namun, hal itu saja tampaknya belum cukup. Menurut Heru, para perusahaan OTT streaming&nbsp;video perlu menyediakan layanan konten yang lengkap dan termutakhirkan.&nbsp;Hal senada disampaikan analis Media Partners Asia (MPA) Dhivya T. Menurut Dhivya, berbagai konten premium bisa disajikan untuk menarik pelanggan.&nbsp;Sejauh ini, riset MPA menunjukkan serial lokal di Indonesia telah terbukti mampu mendorong akuisisi dan retensi pelanggan. &ldquo;Seiring dengan itu, konten dari Amerika Serikat, Korea Selatan, serta siaran langsung olahraga diharapkan akan terus mendorong permintaan pelanggan premium,&rdquo; kata Dhivya dalam laporannya sebagaimana dikutip DataIndonesia.id pada Selasa (9/8).Apa yang disampaikan Dhivya juga tergambar dari hasil survei Populix. Film lansiran Korea Selatan, AS, dan lokal memang menjadi tiga teratas favorit masyarakat Indonesia.&nbsp;<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10811293/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Secara rinci, ada 73% responden yang menonton film asal Korea Selatan. Sebanyak 69% responden menonton film buatan Amerika Serikat.&nbsp;Kemudian, 67% responden menonton film produksi Indonesia. Persentase responden yang menonton film asal Eropa dan Jepang sama-sama sebesar 43%.&nbsp;Sebanyak 23% responden menyaksikan film asal Thailand. Ada pula 22% responden yang menonton film asal China. Sementara, 20% responden menonton film buatan Amerika Latin.Berdasarkan jenis kelaminnya, laki-laki cenderung menonton film dari Amerika Selatan dengan proporsi sebesar 76%. Sebanyak 71% responden laki-laki juga menonton film buatan Indonesia.Sedangkan, perempuan lebih memilih menonton film Korea Selatan dengan persentase sebesar 88%. Proporsi responden perempuan yang menonton film asal dalam negeri sebanyak 63%.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10875514/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Hasil survei The Trade Desk dan Kantar juga menunjukkan hal serupa. Terlihat ada 57% responden yang menyukai film asal Korea Selatan.Sebanyak 56% responden menyukai film dari Barat. Kemudian, 40% responden menyukai film buatan lokal.Sebanyak 18% responden memilih film yang berasal dari Jepang. Sedangkan, 11% responden memilih untuk menonton film produksi China.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/bursa-keuangan/detail/ujian-ketahanan-indonesia-hadapi-krisis-ekonomi-global" id="isPasted" target="_self">Ujian Ketahanan Indonesia Hadapi Krisis Ekonomi Global</a>)</blockquote>

Pasar streaming video di Indonesia dianggap sangat potensial. Hal itu pun mendorong beragam perusahaan layanan OTT streaming video bersaing memanfaatkan ceruk pasar dalam negeri.

Berebut Ceruk Pasar Potensial Streaming Video di Indonesia