Indonesia telah melewati bulan kedua tahun 2022. Sepanjang bulan lalu, cukup banyak data indikator ekonomi makro yang dirilis oleh berbagai lembaga, mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, cadangan devisa, hingga uang beredar.

DataIndonesia.id pun merangkum data-data tersebut dalam laporan bertajuk Indikator Ekonomi Makro Februari 2022. Berikut rangkuman data tersebut:

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal IV/2021. Angka tersebut lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar 3,51% (yoy).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV/2021 lebih tinggi dibandingkan beberapa negara mitra dagang utama Indonesia. Ekonomi China tercatat hanya tumbuh 4% (yoy) pada kuartal tersebut.

Ekonomi Hong Kong dan Uni Eropa sama-sama tumbuh 4,8%. Sementara, produk domestik bruto (PDB) Korea Selatan hanya tumbuh 4,1%.

Secara kumulatif (cumulative to cumulative/c-to-c), ekonomi Indonesia juga meningkat 3,69% pada 2021. Angka tersebut juga jauh lebih baik daripada tahun sebelumnya yang terkontraksi 2,07% akibat pandemi Covid-19.

Meski kembali naik, pertumbuhan ekonomi tersebut masih belum mampu menyamai level pra-pandemi yang sebesar 5,02% pada 2019. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih berada di bawah proyeksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang sebesar 4%.

Berdasarkan pengeluarannya, konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan tertinggi, yakni 4,17% (c-to-c). Posisinya diikuti oleh komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 3,8% (c-to-c).

Konsumsi rumah tangga juga sudah meningkat 2,02% (c-to-c) pada 2021. Konsumsi dari lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) tumbuh 1,59% (c-to-c).

Komponen ekspor barang dan jasa tercatat tumbuh 24,04% (c-to-c) pada tahun lalu. Sementara, komponen impor barang dan jasa yang menjadi faktor pengurang dalam PDB tumbuh 23,31% (c-to-c).

Sedangkan menurut lapangan usaha, sektor kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh paling signifikan sepanjang 2021. PDB sektor tersebut naik hingga 10,46% (c-to-c) pada tahun lalu.

Posisinya disusul oleh sektor informasi dan komunikasi yang tumbuh 6,81% (c-to-c). Pengadaan listrik dan gas serta pengadaan air dan pengelolaan sampah masing-masing menguat sebesar 5,55% (c-to-c) dan 4,97% (c-to-c).

Ada pula sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 4,65% (c-to-c). Sektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan 4% (c-to-c).

Penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan 3,89% (c-to-c). Kemudian, PDB sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 3,39% (c-to-c).

Sedangkan, sektor jasa lainnya masih terkontraksi 4,1% (c-to-c). Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib juga menurun 0,33% (c-to-c).

Adapun, ekonomi Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa pada 2021. Ini tecermin dari kontribusi produk domestik regional bruto (PDRB) di Pulau Jawa yang sebesar 57,89% sepanjang tahun lalu.

Sumatera menempati posisi berikutnya dengan andil sebesar 21,7% terhadap ekonomi Indonesia. Kemudian, kontribusi PDRB dari Kalimantan dan Sulawesi masing-masing sebesar 8,25% dan 6,89%.

Kontribusi PDRB dari Bali dan Nusa Tenggara sebesar 2,78%. Sementara, Maluku dan Papua menyumbang 2,49% terhadap PDB nasional.

Adapun, Maluku dan Papua menjadi wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada 2021, yakni 10,09%. Posisinya disusul oleh Sulawesi yang ekonominya tumbuh 5,67%.

Ekonomi Sumatera dan Kalimantan sama-sama tumbuh 3,18%. Di Jawa, ekonomi tercatat meningkat 3,66%. Sementara, ekonomi Bali dan Nusa Tenggara hanya tumbuh 0,07%.

Lebih lanjut, PDB per kapita Indonesia mencapai Rp62,2 juta pada 2021. Jumlah itu naik 8,55% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp57,3 juta.

PDB per kapita Indonesia cenderung bergerak naik tiap tahunnya. Pada 2010, PDB per kapita Indonesia tercatat hanya Rp26,8 juta. Angkanya kemudian terus naik hingga sebesar Rp59,3 juta pada 2019.

Hanya saja, pandemi Covid-19 yang melanda sejak awal 2020 telah menurunkan pendapatan masyarakat Indonesia. Hal itu pun membuat PDB per kapita di dalam negeri turun 3,37% menjadi Rp57,3 juta.

PDB per kapita di Indonesia baru meningkat lagi pada tahun lalu. Seiring dengan hal tersebut, PDB Indonesia juga tumbuh 3,69% dibandingkan pada 2020.

Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5% pada Februari 2022. Dengan demikian, genap setahun suku bunga acuan BI tak berubah sejak Februari 2021.

Bank sentral pun tetap mempertahankan suku bunga deposit facility sebesar 2,75%. Kemudian, suku bunga lending facility stagnan di level 4,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi. Hal tersebut pun sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat.

Menurut Perry, perekonomian global tumbuh sesuai perkiraan. Meski demikian, ekonomi dunia masih dibayangi risiko kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron dan normalisasi kebijakan moneter beberapa bank sentral.

Perekonomian global juga masih menghadapi ketidakpastian pasar keuangan yang meningkat. Ini sejalan dengan rencana normalisasi di sejumlah negara maju, meningkatnya kasus Omicron, dan naiknya tensi geopolitik.

Dari sisi domestik, momentum perbaikan ekonomi nasional diperkirakan berlanjut pada 2022, meski peningkatan kasus Omicron perlu diwaspadai. BI memperkirakan ekonomi domestik tumbuh lebih tinggi menjadi 4,7%-5,5% pada 2022.

Tingkat inflasi pun akan tetap terkendali di kisaran 3,0%±1%. Ini sejalan dengan masih memadainya sisi penawaran dalam merespons kenaikan permintaan, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta respons kebijakan BI dan pemerintah.

Data lain yang patut dicermati adalah tingkat inflasi Indonesia secara bulanan (month-to-month/m-to-m) sebesar 0,56% dengan Indeks Harga Konsumen mencapai 108,26 pada Januari 2022. Nilai ini turun tipis dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar 0,57%.

Kendati, tingkat inflasi secara tahunan (year on year/yoy) kembali mencatat rekor tertinggi sejak Mei 2020. Angkanya mencapai 2,18% pada bulan lalu.

Inflasi pada Januari 2021 didorong kenaikan harga yang ditunjukkan meningkatnya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran. Salah satunya adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang memiliki tingkat inflasi 1,17% (m-to-m) dengan andil 0,3%.

Hal tersebut tecermin dengan naiknya harga daging ayam, ikan segar, serta beras dan telur ayam yang memberikan andil tertinggi. Masing-masing menyumbang sebesar 0,07%, 0,04%, dan 0,03%.

BPS juga melaporkan, indeks harga pada komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,42% (m-to-m). Komponen tersebut memberikan andil sebesar 0,27% terhadap inflasi Januari 2022.

Dari 90 kota yang dipantau BPS, 85 kota mengalami inflasi dan lima lainnya deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,53%. Sedangkan, deflasi tertinggi terjadi di Kotamobagu sebesar 0,66%.

BPS juga melaporkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) secara nasional sebesar 108,47 pada Januari 2022. Angka tersebut tumbuh 0,75% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/m-to-m) yang sebesar 107,66.

Secara tahun kalender (year to date/ytd), IHPB juga mengalami kenaikan sebesar 0,75%. Jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy), maka IHPB mengalami pertumbuhan 3,1%.

Menurut sektornya, IHPB pertanian memiliki kenaikan tertinggi pada Januari 2022, yakni 0,79% (m-to-m). Di sektor industri, IHPB mengalami peningkatan 0,75% (m-to-m).

Kemudian, IHPB di sektor pertambangan dan penggalian naik 0,16% (m-to-m). Sektor industri masih menjadi kontributor terbesar IHPB, yakni 0,6%.

Sektor pertanian menyumbang andil 0,14%. Lalu, sektor pertambangan dan penggalian menyumbang andil 0,01%.

Adapun, IHPB bahan bangunan/konstruksi secara umum ikut naik sebesar 0,35% pada Januari 2022 (m-to-m). Kenaikan ini disebabkan oleh inflasi harga komoditas gipsum 1,39%, pipa PVC 0,78%, batu fondasi bangunan 0,72%, aspal 0,6%, semen 0,6%, dan pasir 0,43%.

Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia sebesar 53,7 poin pada Januari 2022. Nilai tersebut naik 0,37% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar 53,5 poin.

Selain itu, PMI manufaktur Indonesia tersebut lebih tinggi 2,87% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 52,2 poin. Angkanya pun masih berada di level ekspansif lantaran di atas 50 poin.

Menurut IHS Markit, nilai tersebut menggambarkan kondisi bisnis di seluruh sektor manufaktur Indonesia yang membaik dalam lima bulan terakhir. Faktor ini didukung oleh kondisi permintaan yang menguat secara keseluruhan.

Hal tersebut terjadi karena rekor peningkatan penjualan asing. Dengan demikian, ada kenaikan tajam lebih lanjut di output manufaktur.

Untuk memenuhi kondisi permintaan yang naik, perusahaan kini mempekerjakan staf tambahan untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan produksi. Aktivitas pembelian juga meningkat sebagai tanggapan atas bertambahnya pekerja baru serta antisipasi tumbuhnya permintaan.

Persediaan pra dan pasca-produksi pun ikut meningkat pada Januari 2022. Kinerja penyedia jasa terpantau secara keseluruhan meningkat untuk pertama kalinya sejak Januari 2020, salah satunya akibat dari kondisi transportasi domestik yang lebih baik.

Sementara itu, biaya input terus meningkat dengan kecepatan tinggi akibat mahalnya harga bahan baku dan transportasi. Inflasi harga output tetap solid dan sedikit berubah dari yang terlihat pada Desember 2021.

Secara keseluruhan, sentimen di sektor manufaktur Indonesia tetap positif pada Januari 2022. Harapannya situasi pandemi Covid-19 akan terus membaik, sehingga ekonomi tumbuh lebih jauh.

Neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$932,9 juta pada Januari 2022. Ini merupakan bulan ke-21 Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan sejak Mei 2020.

Meski demikian, surplus tersebut lebih rendah 7,41% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar US$1,01 miliar. Nilainya pun menurun 52,49% jika dibandingkan pada Januari 2021 yang US$1,96 miliar.

Secara rinci, surplus neraca perdagangan yang berasal dari sektor nonmigas sebesar US$2,26 miliar. Sementara, neraca perdagangan migas Indonesia masih mengalami defisit US$1,33 miliar.

Adapun, surplus tersebut lantaran nilai ekspor yang lebih tinggi dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia sebesar US$19,16 miliar pada bulan lalu.

Jumlah itu turun 14,29% dari bulan sebelumnya yang sebesar US$22,38 miliar. Walau demikian, angkanya masih lebih tinggi 25,31% jika dibandingkan pada Januari 2021 yang sebesar US$15,29 miliar.

Sementara, nilai impor Indonesia tercatat sebesar US$18,23 miliar pada Januari 2022. Jumlah itu juga turun 14,62% jika dibandingkan bulan sebelumnya, tapi tumbuh 36,77% secara tahunan.

Bank Indonesia (BI) mencatat, neraca pembayaran Indonesia sebesar US$13,46 miliar pada 2021. Angka ini naik 418,83% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$2,59 miliar.

Perkembangan tersebut ditopang oleh surplus transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial. Secara rinci, transaksi berjalan membukukan surplus sebesar US$3,3 miliar.

Angkanya melambung dari tahun sebelumnya yang mengalami defisit US$4,4 miliar. Nilai itu pun setara dengan 0,3% dari produk domestik bruto (PDB).

Surplus transaksi berjalan utamanya ditopang oleh pesatnya kinerja ekspor, karena naiknya permintaan dan tingginya harga komoditas global. Angkanya lebih tinggi dari impor yang juga meningkat seiring perbaikan ekonomi domestik.

Sementara, transaksi modal dan finansial mencatatkan surplus sebesar US$11,7 miliar pada 2021. Jumlah itu juga lebih tinggi 48,1% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$7,9 miliar lantaran ditopang investasi langsung dan investasi portofolio.

Keyakinan konsumen Indonesia meningkat pada Januari 2022. Ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang sebesar 119,6 poin pada bulan lalu.

Angka tersebut lebih tinggi 1,09% dari bulan sebelumnya yang sebesar 118,3 poin. Sementara, IKK meningkat 40,87% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 84,9 poin.

Kenaikan IKK terjadi di sebagian besar kategori tingkat pengeluaran responden. Ini khususnya terjadi di responden dengan pengeluaran Rp3,1 juta-Rp4 juta per bulan.

Dari sisi usia, kenaikan IKK juga terjadi pada mayoritas kelompok. Sedangkan secara spasial, keyakinan Konsumen meningkat di 13 kota, dengan peningkatan tertinggi di Kota Banten, Pontianak, dan Makassar.

Adapun, peningkatan IKK didorong oleh membaiknya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Hal itu tecermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang naik 1% (m-to-m) menjadi 100,9 poin pada Januari 2022.

Sejalan dengan itu, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan juga membaik. Ini terlihat dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang sebesar 138,3 poin atau tumbuh 1,1% (m-to-m) pada bulan lalu.

Lebih lanjut, kinerja penjualan eceran juga membaik pada Desember 2021. Ini tecermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang sebesar 216,3 poin. Angka tersebut tumbuh 7,6% dibandingkan pada November 2021 (month-to-month/m-to-m) yang senilai 201 poin.

Pertumbuhan IPR pada Desember 2021 lebih tinggi dibandingkan pada bulan sebelumnya. Tercatat, pertumbuhan IPR sebesar 2,8% (m-to-m) pada November 2021.

Peningkatan IPR ditopang oleh penjualan kelompok bahan bakar kendaraan bermotor yang naik 6,5% (m-to-m). Penjualan suku cadang dan aksesoris juga tercatat tumbuh 3,5% (m-to-m).

Subkelompok sandang tercatat tumbuh 13,3% (m-to-m). Kemudian, penjualan kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga mengalami pertumbuhan 9% (m-to-m).

Sementara, ada satu kelompok yang mengalami kontraksi pada Desember 2021. Perlengkapan rumah tangga lainnya mengalami penurunan 2,7%.

Adapun, IPR pada Desember 2021 mengalami pertumbuhan 13,8% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar 10,8%.

Lebih lanjut, kinerja penjualan eceran diprakirakan turun 2,4% (m-to-m) menjadi 211 pada Januari 2022. Secara tahunan, IPR pada Januari 2022 diproyeksi naik 16% (yoy).

BI mencatat, permintaan pembiayaan korporasi melambat pada Januari 2022. Ini terlihat dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan pembiayaan korporasi yang sebesar 13,1%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 17,4%.

Pelambatan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh menurunnya permintaan pembiayaan sektor penyediaan akomodasi. Hal tersebut tecermin dari SBT yang turun dari 0,1% per Desember 2021 menjadi -0,1% pada bulan lalu.

Selain itu, pembiayaan sektor transportasi dan pergudangan juga merosot dari 1,7% menjadi minus 0,1%. Dari sektor industri pengolahan, pertumbuhannya melambat dari 4,1% menjadi 2,8%.

Penurunan kebutuhan pembiayaan ini sejalan dengan menurunnya kegiatan operasional akibat lemahnya permintaan domestik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah meningkatnya penundaan sejumlah rencana investasi dan turunnya harga komoditas dan/atau minyak.

Adapun, kebutuhan pembiayaan mayoritas responden masih dipenuhi dari dana sendiri, yakni 51,8%. Kebutuhan pembiayaan dari pinjaman ke perbankan dalam negeri tercatat sebesar 7%.

Sumber pembiayaan yang berasal dari penambahan pinjaman/utang melalui perusahaan induk sebesar 12,3%. Ada 9,6% responden yang mengandalkan sumber pembiayaan dari pemanfaatan fasilitas kelonggaran tarik.

Sebanyak 3,5% responden menjual aset tetap non-produktif sebagai sumber pembiayaan. Sedangkan, 15,8% responden meraih sumber pembiayaan dari lainnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mengalami surplus sebesar Rp783,7 triliun pada Januari 2022. Angka tersebut setara dengan 0,16% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Surplus APBN ini berbanding terbalik dengan periode serupa tahun sebelumnya. Pada Januari 2021, APBN masih mengalami defisit sebesar Rp45,5 triliun.

Adapun, surplus APBN disebabkan realisasi belanja negara lebih rendah dibandingkan pendapatan. Secara rinci, realisasi pendapatan negara sebesar Rp156 triliun pada Januari 2022.

Jumlah itu naik 54,92% dari Januari 2021 yang mencapai Rp100,7 triliun. Realisasi pendapatan negara tersebut juga mencapai 8,5% dari target APBN yang sebesar Rp1.846,1 triliun.

Realisasi pendapatan negara paling besar dari penerimaan kepabeanan & cukai, yakni Rp10,2 triliun. Pendapatan yang berasal dari penerimaan pajak mencapai Rp8,6 triliun. Sedangkan, PNBP menyumbang Rp6,6 triliun.

Sementara, realisasi belanja negara mencapai Rp127,2 triliun pada bulan lalu, turun 12,99% dari Januari 2020 yang sebesar Rp146,2 triliun. Nilai tersebut setara dengan 4,7% dari target APBN sejumlah Rp2.714,2 triliun.

Realisasi itu paling besar dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp72,2 triliun. Ada pula belanja yang berasal dari transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) senilai Rp54,9 triliun.

Utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar US$415,1 miliar pada akhir Desember 2021. Jumlah itu menurun 0,38% dari bulan sebelumnya (m-to-m) yang sebesar US$416,7 miliar.

ULN Indonesia tersebut juga lebih rendah 2,09% dari akhir kuartal III/2021 (q-to-q) yang sebesar US$424 miliar. Sementara, nilainya terkontraksi 0,4% dari tahun sebelumnya (yoy) yang sebesar US$416,9 miliar.

Mayoritas ULN Indonesia berasal dari pemerintah, yakni US$200,2 miliar. Jumlah itu melemah 0,95% secara bulanan, 2,58% secara kuartal, dan 3% secara tahunan.

ULN yang berasal dari bank sentral senilai US$9 miliar pada akhir tahun lalu. Jumlah itu meningkat 0,1% secara bulanan dan 214% secara tahunan, tapi turun 0,98% secara kuartal.

Sementara, ULN swasta tercatat sebesar US$205,9 miliar. Nilai itu meningkat 0,16% secara bulanan, tapi lebih rendah 1,62% secara kuartal dan 0,9% secara tahunan.

Menurut BI, struktur ULN Indonesia hingga pengujung 2021 tetap sehat karena didrukung prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang terjaga di kisaran 35%.

Struktur ULN INdonesia juga didominasi oleh utang jangka panjang. Pangsanya mencapai 88,3%. dari total ULN tanah air.

Posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$141,3 miliar pada akhir Januari 2022. Nilai itu turun 2,48% dari Desember 2021 (month-to-month/mtm) yang sebesar US$144,9 miliar.

Kendati, posisi cadangan devisa pada bulan lalu masih lebih besar 2,39% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Tercatat, cadangan devisa Indonesia sebesar US$138 miliar pada Januari 2021.

Penurunan posisi cadangan devisa pada Januari 2022 dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, berkurangnya penempatan valuta asing (valas) perbankan di BI sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan membaiknya aktivitas perekonomian.

Lebih lanjut, posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan lalu setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor. Nilai itu juga setara dengan 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Bank sentral melihat cadangan devisa tetap memadai. Ini didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.

Posisi uang beredar dalam arti luas (M2) sebesar Rp7.643,4 triliun pada Januari 2022. Jumlah tersebut tumbuh 12,9% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy) sebesar Rp6.767,4 triliun.

Kendati, posisi uang beredar M2 pada Januari 2021 lebih rendah 2,84% dari bulan sebelumnya. Tercatat jumlah uang beredar M2 sebesar Rp7.867,1 triliun pada Desember 2021.

Peningkatan uang beredar M2 didorong oleh akselerasi uang beredar dalam arti sempit (M1) sebesar 17,1% (yoy) menjadi Rp4.223,4 triliun. Selain itu, uang kuasi mengalami pertumbuhan sebesar 8,2% (yoy) menjadi Rp3.396,9 triliun.

Ekspansi keuangan pemerintah, akselerasi penyaluran kredit dan perlambatan aktiva luar negeri bersih menjadi faktor perkembangan uang beredar M2. Ekspansi keuangan pemerintah tecermin dari tagihan bersih kepada pemerintah pusat yang tumbuh sebesar 48,1% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 37,7% (yoy).

Penyaluran kredit juga tumbuh sebesar 5,5% (yoy) pada bulan lalu. Nilai tersebut meningkat jika dibandingkan pada Desember 2021 yang tumbuh 4,9%.

Selain itu, aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 1,8% (yoy) pada Januari 2022. Kendati, angka tersebut melambat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 5,8% (yoy).

(Baca: Laporan Indikator Ekonomi Makro Januari 2022)

Laporan Indikator Ekonomi Makro Februari 2022