Gonjang-ganjing masalah minyak goreng dan fluktuasi harga komoditas pangan mewarnai Mei 2022. Hal itu pun memengaruhi berbagai indikator ekonomi yang rilis sebulan setelahnya ada Juni 2022.

DataIndonesia.id pun merangkum berbagai data tersebut dalam laporan bertajuk Indikator Ekonomi Makro Juni 2022. Berikut ini rangkuman sejumlah indikator ekonomi makro per Juni 2022:

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, tingkat inflasi Indonesia secara bulanan (month-to-month/m-to-m) sebesar 0,40% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 110,42 pada Mei 2022. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan pada bulan sebelumnya yang mencapai 0,95%.

Walau demikian, tingkat inflasi secara tahunan (year on year/yoy) tercatat sebesar 3,55% pada Mei 2022. Angkanya meningkat dibandingkan pada April 2022 yang sebesar 3,47%, sekaligus tertinggi sejak Desember 2017.

Secara tahun berjalan (year to date/ytd), inflasi pada Mei 2022 sebesar 2,56%. Angkanya juga lebih tinggi dibandingkan pada April 2022 yang sebesar 2,15%. Inflasi

pada Mei 2022 didorong kenaikan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,78% (m-to-m). Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga juga mengalami inflasi sebesar 0,43% (m-to-m).

Inflasi di kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,43% (m-to-m). Inflasi di kelompok kesehatan dan transportasi masing-masing sebesar 0,19% (m-to-m) dan 0,65% (m-to-m).

Lebih lanjut, beberapa komoditas yang memberikan andil inflasi, antara lain telur ayam ras, ikan segar, bawang merah, daging sapi, jeruk, sawi hijau, tahu mentah, tempe, roti manis, angkutan udara, dan nasi dengan lauk. Sementara, komoditas yang mengalami penurunan harga, yakni minyak goreng, daging ayam ras, cabai rawit, cabai merah, angkutan antarkota, dan emas perhiasan.

Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) secara nasional sebesar 110,69 poin pada Mei 2022. Angka tersebut naik 0,33% dibandingkan pada bulan sebelumnya (month-to-month/m-to-m) yang sebesar 110,33 poin.

IHPB juga mengalami kenaikan 2,81% secara tahun kalender (year to date/ytd). Jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy), maka IHPB per Mei 2022 masih lebih tinggi 4,23%.

Menurut sektornya, IHPB sektor industri memiliki pertumbuhan terbesar pada April 2022, yakni 0,38% (m-to-m). Di sektor pertanian, IHPB mengalami peningkatan 0,11% (m-to-m). Kemudian, IHPB di sektor pertambangan dan penggalian naik 0,06% (m-to-m).

Sektor industri masih menjadi kontributor terbesar IHPB, yakni 0,31%. Sektor pertanian memberikan andil sebesar 0,02%. Sedangkan, sumbangan dari sektor pertambangan dan penggalian hampir tak ada.

Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia sebesar 50,8 poin pada Mei 2022. Nilai itu turun 2,12% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar 51,9 poin.

PMI manufaktur Indonesia pada Mei 2022 juga lebih rendah 8,14% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Mei 2021, PMI manufaktur Indonesia tercatat sebesar 55,3 poin.

Berdasarkan laporan S&P Global, penurunan PMI manufaktur Indonesia ini terjadi setelah sembilan bulan beruntun berada di zona ekspansi. Hal itu terjadi karena adanya gangguan rantai pasokan.

Sementara, permintaaan baru secara keseluruhan mengalami ekspansi tingkat sedang, dengan kondisi permintaan yang relatif kuat. Selain itu, pemenangan klien baru mendorong kenaikan terkini.

Akibat kenaikan permintaan, tingkat penyusunan staf di sektor manufaktur Indonesia mengalami ekspansi pada Mei 2022. Walau demikian, hal tersebut masih lebih lambat dibandingkan pada bulan sebelumnya.

Perusahaan juga menaikkan kuantitas pembelian mereka, sehingga inventaris praproduksi naik. Stok barang jadi juga naik, meski responden survei sering mengaitkan ekspansi ini dengan penundaan pengiriman ke luar negeri.

Lebih lanjut, perusahaan manufaktur Indonesia melihat pembaruan akumulasi penumpukan pekerjaan pada Mei 2022. Di samping itu, biaya input terus naik pada Mei 2022.

Kemudian, sentimen bisnis di sektor manufaktur Indonesia secara keseluruhan bertahan positif. Perusahaan secara umum berharap penjualan akan terus tumbuh sejalan dengan perbaikan ekonomi. Namun, tingkat kepercayaan bisnis menurun dari kondisi April 2022 ke posisi terendah dalam tiga bulan terakhir.

(Baca: Was-was Stok Kurban saat PMK Makin Ganas)

Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$2,89 miliar pada Mei 2022. Nilai tersebut merosot 61,73% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar US$7,56 miliar, sekaligus yang terendah sejak awal tahun 2022.

Walau demikian, neraca perdagangan Indonesia masih lebih tinggi 7,31% dibandingkan setahun sebelumnya. Pada Mei 2021, surplus neraca perdagangan tercatat hanya sebesar US$2,69 miliar.

Secara rinci, surplus neraca perdagangan yang berasal dari sektor nonmigas sebesar US$4,75 miliar. Sementara, neraca perdagangan migas Indonesia masih mengalami defisit US$1,86 miliar.

Surplus neraca perdagangan tersebut lantaran nilai ekspor yang lebih tinggi dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia sebesar US$21,51 miliar pada Mei 2022. Sementara, nilai impor Indonesia tercatat sebesar US$18,61 miliar pada Mei 2022.

Bank Indonesia (BI) mencatat, keyakinan konsumen Indonesia menguat pada Mei 2022. Ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang sebesar 128,9 poin pada bulan lalu.

Angka tersebut lebih tinggi 13,97% dibandingkan pada April 2022 yang sebesar 113,1 poin. Sementara, IKK meningkat 23,47% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 104,4 poin.

Kenaikan IKK terjadi di seluruh kelompok pengeluaran, khususnya di atas Rp5 juta per bulan. Dari sisi usia, kenaikan IKK juga terjadi di seluruh kelompok, khususnya di atas 60 tahun.

Secara spasial, IKK mengalami penguatan di 17 kota. Terpantau kenaikan tertinggi berada di Kota Bandung sebesar 31 poin, Pangkal Pinang 30,96 poin, dan Mataram 25,4 poin.

Adapun, peningkatan IKK didorong oleh meningkatnya persepsi konsumen terhadap ekonomi saat ini, seiring dengan naiknya mobilitas masyarakat karena tidak adanya pembatasan saat libur Lebaran 2022. Ini tecermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang naik 17,69% (m-to-m) menjadi 116,4 poin pada Mei 2022.

Penguatan IKK juga didorong oleh meningkatnya ekspekstasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan. Hal tersebut terindikasi dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang naik 11,24% menjadi 141,5 poin pada bulan lalu.

Kinerja penjualan eceran meningkat pada April 2022. Ini tecermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang sebesar 239,2 poin.

Angka tersebut tumbuh 16,5% dibandingkan pada Maret 2022 (month-to-month/m-to-m) yang senilai 205,3 poin. Pertumbuhan IPR pada April 2022 lebih tinggi dibandingkan pada bulan sebelumnya yang naik 2,6% (m-to-m).

Peningkatan IPR ditopang oleh subkelompok sandang yang tumbuh 37% (m-to-m). Kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga terpantau naik 19,4% (m-to-m). Kemudian, peralatan informasi dan komunikasi meningkat 12,6% (m-to-m).

Responden menginformasikan hal tersebut didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat pada Ramadan dan menjelang Idulfitri. Kondisi itu didukung kelancaran distribusi serta progam diskon yang diterapkan sebagian responden.

Adapun, IPR pada April 2022 mengalami pertumbuhan 8,5% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan pada bulan sebelumnya yang naik 9,3% (yoy).

Lebih lanjut, IPR diprakirakan masih tumbuh positif sebesar 0,2% (m-to-m) menjadi 239,7 poin pada Mei 2022. Secara tahunan, IPR pada bulan lalu diproyeksi naik 5,4% (yoy).

(Baca: Tekanan Emiten Jasa Kesehatan Menuju Endemi Covid-19)

Kebutuhan permintaan pembiayaan korporasi tetap tumbuh positif pada Mei 2022. Ini terlihat dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan pembiayaan korporasi yang sebesar 12,1% pada bulan lalu.

Kendati, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan sebulan sebelumnya. Pada April 2022, SBT permintaan pembiayan korporasi tercatat sebesar 29%.

Selain itu, penyaluran kredit baru juga terindikasi tetap positif pada Mei 2022. Hal itu tecermin dari SBT penyaluran kredit baru yang sebesar 43%.

Faktor utama yang memengaruhi perkiraan penyaluran kredit baru tersebut adalah permintaan pembiayaan dari nasabah serta prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan. Sementara itu, untuk keseluruhan kuartal II/2022, penawaran penyaluran kredit baru diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tiga bulan sebelumnya.

Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5% pada Juni 2022. Dengan demikian, suku bunga acuan BI tak berubah selama 16 bulan sejak Februari 2021.

Bank sentral pun tetap mempertahankan suku bunga deposit facility sebesar 2,75%. Kemudian, suku bunga lending facility stagnan di level 4,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Di samping itu, keputusan tersebut dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara.

Dari sisi domestik, perbaikan ekonomi nasional terus berjalan seiring dengan peningkatan permintaan domestik di tengah positifnya kinerja ekspor. Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) juga diperkirakan tetap baik, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kembali mengalami surplus sebesar Rp132,2 triliun pada Mei 2022. Jumlah tersebut setara dengan 0,74% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Surplus APBN ini berbalik dari periode serupa tahun sebelumnya yang mengalami defisit sebesar Rp219,2 triliun. Jumlahnya pun lebih tinggi dari April 2022 yang senilai Rp103,1 triliun.

Adapun, surplus APBN disebabkan realisasi pendapatan negara lebih tinggi dibandingkan belanja. Secara rinci, realisasi pendapatan negara sebesar Rp1.070,4 triliun pada Mei 2022.

Jumlah itu naik 47,3% dari April 2021 yang mencapai Rp853,6 triliun. Realisasi pendapatan negara tersebut juga mencapai 58% dari target APBN yang sebesar Rp1.846,1 triliun.

Realisasi pendapatan negara paling besar dari penerimaan pajak, yakni Rp705,8 triliun. Pendapatan yang berasal dari penerimaan kepabeanan & cukai mencapai Rp140,3 triliun. Sedangkan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menyumbang Rp224,1 triliun.

Sementara, realisasi belanja negara mencapai Rp938,2 triliun pada bulan lalu, turun 0,8% dari Mei 2021 yang sebesar Rp945,7 triliun. Nilai tersebut setara dengan 34,6% dari target APBN yang sebesar Rp2.714,2 triliun.

Realisasi itu paling besar dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp653,9 triliun. Ada pula belanja yang berbentuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) senilai Rp284,3 triliun.

(Baca: Musim Dingin Startup di Tengah Minimnya Arus Modal)

Utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar US$409,46 miliar pada akhir April 2022. Jumlah itu turun 0,64% dari bulan sebelumnya (month to month/m-to-m) yang sebesar US$412,1 miliar.

ULN Indonesia tersebut juga lebih rendah 2,2% dibandingkan setahun sebelumnya (year on year/yoy). Pada April 2021, ULN Indonesia tercatat sebesar US$418,6 miliar.

Mayoritas ULN Indonesia masih berasal dari pemerintah, yakni US$190,5 miliar. ULN yang berasal dari bank sentral senilai US$8,69 miliar pada April 2022. Sedangkan ULN swasta tercatat sebesar US$210,2 miliar atau naik 0,5% dibandingkan pada Maret 2022 (m-to-m).

Menurut BI, struktur ULN Indonesia pada April 2022 tetap sehat karena didukung prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang terjaga di kisaran 32,5%. Struktur ULN INdonesia juga didominasi oleh utang jangka panjang. Pangsanya mencapai 87,5% dari total ULN tanah air.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp7.002,24 triliun pada akhir Mei 2022. Nilai tersebut turun 0,7% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.040,32 triliun.

Walau demikian, posisi utang pemerintah pada Mei 2022 naik 9,10% jika dibandingkan setahun sebelumnya. Pada Mei 2021, utang pemerintah tercatat sebesar Rp6.418,15 triliun.

Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) yang sebesar Rp6.175,83 triliun atau setara 88,20%. Rinciannya, SBN dalam mata uang domestik sebesar Rp4.934,56 triliun dan SBN valuta asing (asing) senilai Rp1.241,27 triliun.

Utang pemerintah yang berbentuk pinjaman sebesar Rp826,40 triliun pada Mei 2022. Komposisinya berbentuk pinjaman dalam negeri sebesar Rp14,74 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp811,67 triliun.

Adapun, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,88% pada Mei 2022. Realisasi pembayaran utang pemerintah telah mencapai Rp90.974,5 triliun pada bulan lalu.

Posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$135,6 miliar pada akhir Mei 2022. Nilai itu turun tipis 0,07% dari posisi April 2022 (month-to-month/mtm) yang sebesar US$135,7 miliar.

Posisi cadangan devisa pada April 2022 juga masih lebih rendah 0,58% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Tercatat, cadangan devisa Indonesia sebesar US$136,39 miliar pada Mei 2021.

Menurunnya cadangan devisa pada Mei 2022 dipengaruhi oleh penerimaan devisa minyak dan gas serta pajak dan jasa. Selain itu, posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Kendati demikian, bank sentral menilai posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan lalu tetap tinggi, setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor. Nilai itu juga setara dengan 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Lebih lanjut, posisi cadangan devisa Indonesia berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Posisi uang beredar dalam arti luas (M2) sebesar Rp7.854,8 triliun atau tumbuh 12,1% secara tahunan (year-on year/yoy) pada Mei 2022. Pertumbuhan ini melambat jika dibandingkan pada bulan sebelumnya yang naik sebesar 13,6% (yoy).

Perkembangan M2 didorong oleh pertumbuhan seluruh komponennya, baik uang beredar dalam arti sempit (M1), uang kuasi, maupun surat berharga selain saham. Tercatat M1 mengalami kenaikan sebesar 18,4% (yoy) menjadi Rp4.472,2 triliun pada bulan lalu.

Uang kuasi juga meningkat 5% (yoy) menjadi sebesar Rp3.356,2 triliun. Sementara, surat berharga selain saham melejit 59,3% menjadi Rp26,4 triliun.

Adapun, melambatnya pertumbuhan M2 pada Mei 2022 disebabkan oleh ekspansi keuangan pemerintah yang tidak setinggi bulan sebelumnya. Ini tecermin dari tagihan bersih kepada pemerintah pusat yang hanya tumbuh sebesar 3,8% (yoy).

Sementara itu, penyaluran kredit tumbuh 8,7% (yoy) pada Mei 2022. Kenaikannya tidak sekuat pertumbuhan pada April 2022 yang sebesar 8,9% (yoy) sejalan dengan melambatnya penyaluran kredit modal kerja dan konsumsi.

Di sisi lain, aktiva luar negeri bersih terkontraksi 2,9% (yoy) pada bulan lalu. Meski demikian, penurunan itu lebih rendah dibandingkan pada April 2022 yang sebesar 4,4% (yoy).

(Baca: Was-was Stok Kurban saat PMK Makin Ganas)

Laporan Indikator Ekonomi Makro Juni 2022