Badan Pusat Statistik

Bank Dunia

kuriositas

Inflasi

Tingkat Kemiskinan

Kemiskinan

ketimpangan

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diikuti sejumlah komoditas pangan pada September 2022 akhirnya melejitkan <a href="https://dataindonesia.id/tags/inflasi" rel="noopener noreferrer" target="_self">inflasi</a> di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi tahunan Indonesia mencapai 5,95% (year on year/yoy) pada bulan lalu, rekor tertinggi sejak Oktober 2015.Sementara, tingkat inflasi bulanan (month-to-month/m-to-m) Indonesia tercatat sebesar 1,17% pada September 2022. Secara tahun kalender, inflasi di dalam negeri mencapai 4,51% pada periode tersebut.Indonesia sebenarnya bukanlah satu-satunya negara yang mengalami lonjakan inflasi di dunia. Sebelumnya, sejumlah negara juga mencatatkan inflasi yang tinggi, bahkan di atas 100% imbas melonjaknya harga komoditas, perang Rusia-Ukraina, hingga krisis ekonomi.<iframe src="https://flo.uri.sh/story/1718661/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut inflasi Indonesia tidak menanjak signifikan jika dibandingkan negara-negara anggota G20. &ldquo;Kenaikan inflasi kita menjadi relatif moderat meski kita menaikkan (harga) BBM,&rdquo; kata Sri Mulyani pada Rabu (19/10).Kendati demikian, meningkatnya inflasi di Indonesia bukan berarti bisa disepelekan. Pasalnya, Bank Dunia memperingatkan bahwa lonjakan inflasi di Indonesia bakal berdampak lebih parah bagi warga miskin. Hal itu pun dapat membuat angka kemiskinan dan rasio gini di Indonesia meningkat.Kondisi itu terjadi karena inflasi akan lebih menekan daya beli rumah tangga miskin ketimbang mereka yang kaya. Dalam simulasi Bank Dunia, kenaikan inflasi yang dirasakan oleh 20% rumah tangga termiskin di Indonesia lebih tinggi 0,8% poin dibandingkan 20% rumah tangga terkaya.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/11330617/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Hal itu pun akan membuat daya beli 20% rumah tangga termiskin menurun 5,7%. Angka tersebut lebih dalam 0,5% poin dibandingkan 20% rumah tangga terkaya yang daya belinya hanya terkoreksi 5,2%.Di Asia Tenggara, penurunan daya beli rumah tangga termiskin Indonesia akibat inflasi ini merupakan yang terdalam. Filipina yang daya beli rumah tangga termiskinnya turut tertekan, tapi hanya sebesar 5%.Sementara di Laos dan Thailand, daya beli rumah tangga terkayanya lebih terdampak oleh inflasi ketimbang rumah tangga miskin. Adapun, inflasi di Vietnam memberikan dampak penurunan daya beli yang sama bagi setiap rumah tangga, yakni 1,7%.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/ragam/detail/lingkaran-setan-kemiskinan-di-balik-mahalnya-biaya-pendidikan" id="isPasted" target="_self">Lingkaran Setan Kemiskinan di Balik Mahalnya Biaya Pendidikan</a>)</blockquote>Menurut Bank Dunia, tekanan daya beli yang lebih dalam kepada penduduk termiskin di Indonesia mengingat inflasi banyak disebabkan oleh harga makanan yang dibeli dan BBM. Padahal, konsumsi masyarakat miskin untuk kedua komoditas tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang terkaya di dalam negeri.Tercatat sekitar 66% pengeluaran rumah tangga termiskin di Indonesia dihabiskan untuk makanan yang dibeli serta utilitas dan energi. Sementara, proporsi pengeluaran untuk kedua komoditas tersebut di kelompok masyarakat 20% teratas hanya 52%.Ini jauh berbeda dibandingkan dengan Laos yang rumah tangga termiskinnya lebih banyak bergantung dengan hasil pertanian sendiri untuk konsumsi makanan sehari-hari. Alhasil, mereka tidak terlalu terdampak oleh inflasi harga pangan dibandingkan rumah tangga terkaya. <iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/11506695/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" id="isPasted" frameborder="0"></iframe>&nbsp;Pola konsumsi masyarakat miskin di Indonesia yang lebih besar untuk bahan makanan juga terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Kelompok masyarakat dengan kuintil pengeluaran terendah mengeluarkan Rp82.450 per bulan untuk makanan, sedangkan untuk barang bukan makanan sebesar Rp52.765 per bulan.Di kelompok masyarakat dengan pengeluaran tertinggi, konsumsi barang bukan makanan tercatat sebesar Rp1.585.418 per bulan. Nilainya jauh lebih besar ketimbang pengeluaran untuk makanan yang mencapai Rp1.082.409 per bulan.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/ragam/detail/laporan-jerat-rokok-di-sepanjang-garis-kemiskinan" id="isPasted" target="_self">(Laporan) Jerat Rokok di Sepanjang Garis Kemiskinan</a>)</blockquote>Seiring dengan melemahnya daya beli, kenaikan inflasi akan mendorong penambahan angka kemiskinan di Indonesia. Dalam analisisnya, Bank Dunia memperkirakan angka kemiskinan di Indonesia bisa naik 3,4% poin menggunakan garis kemiskinan menengah bawah (US$3,65 per hari, 2017PPP).Angka tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Tercatat angka kemiskinan di Filipina hanya bertambah 3,1% poin, Laos 2,6% poin, Thailand 0,2% poin, dan Vietnam 0,2% poin.<iframe src="https://flo.uri.sh/story/1718666/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Hal itu pun lebih lanjut akan mendorong semakin melebarnya ketimpangan di Indonesia. Menurut Bank dunia, indeks gini nasional sebesar 37,9 pada tahun acuan. Namun, inflasi diprediksi menambah indeks gini sebesar 0,2 menjadi 38,1.Kenaikan indeks gini akibat inflasi juga dirasakan oleh Filipina. Hanya saja, peningkatan indeks gini di Filipina lebih rendah lantaran hanya sebesar 0,1 dari 37,8 menjadi 37,9.Sementara, negara-negara lainnya di Asia Tenggara tak mencatatkan kenaikan indeks gini dalam simulasi Bank Dunia. Bahkan, Laos justru mencatatkan penurunan indeks gini akibat inflasi yang lebih berdampak kepada orang kaya.&ldquo;Penurunan daya beli yang lebih besar kepada rumah tangga terkaya telah menyempitkan ketimpangan pendapatan antara orang kaya dan miskin,&rdquo; tulis Bank Dunia dalam laporannya sebagai dikutip pada Kamis (20/10).Atas dasar itu, pemerintah Indonesia perlu mengendalikan inflasi agar tak justru menambah beban masyarakat miskin. Menurut Sri Mulyani, hal tersebut telah dilakukan dengan menyelesaikan masalah dari sisi pasokan, yakni ketersediaan barang, terutama pangan dan energi.Sementara itu, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyarankan agar pemerintah menggunakan skema bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat.&ldquo;Dalam situasi ini, bantuan langsung tunai terbukti efektif dibandingkan dengan subsidi distorsif atau pengontrolan harga yang biasanya gagal mengurangi biaya hidup secara berkelanjutan,&rdquo; ujar Kristina seperti dikutip dari blog IMF pada Kamis (19/10).Pemerintah Indonesia sendiri telah menganggarkan bantuan sosial (bansos) berupa BLT senilai Rp24,17 triliun sebagai bantalan dampak kenaikan harga BBM dan inflasi. Hingga 27 September 2022, BLT BBM sudah disalurkan kepada 19,7 juta penerima.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/bursa-keuangan/detail/belenggu-ketimpangan-di-balik-membesarnya-ekonomi-indonesia" id="isPasted" target="_self">Belenggu Ketimpangan di Balik Membesarnya Ekonomi Indonesia</a>)</blockquote>

Lonjakan inflasi yang terjadi di Indonesia perlu diwaspadai. Pasalnya, persoalan tersebut dapat semakin membebani daya beli masyarakat miskin di dalam negeri.

Waspada Lonjakan Inflasi Bebani Warga Miskin Indonesia