Emas telah lama menjadi aset berharga yang berperan penting dalam ekonomi global. Sebagai komoditas yang memiliki nilai intrinsik tinggi, emas digunakan dalam berbagai sektor, mulai dari industri, perhiasan, hingga sebagai cadangan devisa oleh bank sentral.

Pergerakan harga emas dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk produksi, cadangan, dan permintaan di pasar global maupun domestik.

Laporan ini akan menyajikan sejumlah data terkini produksi emas dunia, posisi cadangan emas berbagai negara, serta tren permintaan emas, khususnya di Indonesia.

Produksi Emas Global 2024: China Masih Terdepan

Berdasarkan data United States Geological Survey (USGS), produksi emas global diperkirakan mencapai 3.300 ton pada 2024. Jumlahnya meningkat 1,54% dari tahun sebelumnya yang sebesar 3.250 ton.

China masih menjadi produsen emas terbesar di dunia dengan produksi mencapai 380 ton, naik 1,33% dari 2023. Rusia menyusul di posisi kedua dengan produksi 310 ton, meski turun 0,96% dari tahun lalu. Australia berada di urutan ketiga dengan produksi 290 ton, turun 2,03% dari 2023.

Sementara itu, Indonesia mencatatkan produksi emas sebanyak 100 ton, sama dengan tahun sebelumnya. Dengan angka ini, Indonesia menempati peringkat kedelapan bersama Peru dan Afrika Selatan dalam daftar produsen emas terbesar dunia pada 2024.

(Baca: (Laporan) Kumpulan Data Kinerja Operasional Tambang Emas Sejumlah Emiten 5 Tahun Terakhir)

Cadangan Emas Dunia: Indonesia di Posisi Empat

Total cadangan emas global pada 2024 diperkirakan mencapai 64.000 ton, meningkat dari 59.000 ton pada tahun sebelumnya. Australia dan Rusia menjadi dua negara dengan cadangan emas terbesar, masing-masing mencapai 12.000 ton.

Afrika Selatan berada di posisi ketiga dengan 5.000 ton. Lalu ada Indonesia yang menempati peringkat keempat dengan jumlah cadangan emas 3.600 ton. Jumlah tersebut melonjak dari 2.600 ton pada 2023.

Negara lain seperti Kanada, China, dan Amerika Serikat juga termasuk dalam daftar delapan negara dengan jumlah cadangan emas terbesar sepanjang 2024.

Bank Sentral Pemegang Cadangan Emas Terbesar

Selain diburu oleh pembeli ritel, emas juga menjadi instrumen strategis dalam cadangan devisa bank sentral dunia. Berdasarkan data World Gold Council, The Federal Reserve (Amerika Serikat) masih menjadi bank sentral dengan jumlah cadangan emas terbesar pada 2024. Jumlahnya mencapai 8.133,5 ton.

Bank sentral Jerman berada di posisi kedua dengan 3.351,5 ton. Lalu ada bank sentral Italia dengan jumlah kepemilikan 2.451,8 ton. Berikutnya ada bank sentral Prancis dengan jumlah cadangan emas 2.437 ton dan bank sentral Rusia yang memiliki cadangan emas sebanyak 2.335,9 ton.

Di tingkat regional, Bank Indonesia menempati peringkat ke-43 secara global dengan kepemilikan emas sebanyak 78,6 ton pada 2024.

Meskipun jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan negara-negara besar lainnya, peran emas sebagai bagian dari cadangan devisa tetap signifikan dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.

(Baca: (Laporan) Kumpulan Data Emas di Dunia & Indonesia pada 2012-2023)

Permintaan Emas di Indonesia: Tren Fluktuatif dalam Satu Dekade

Di Indonesia, sepanjang 2024, permintaan emas di Indonesia tercatat mencapai 47,33 ton. Jumlah tersebut meningkat 3,64% dari 45,67 ton pada 2023. Namun, jika dibandingkan dengan 2022, jumlahnya masih lebih rendah. Pada 2022, total permintaan emas di Indonesia mencapai 49,72 ton.

Sementara itu, jika dilihat dalam tren waktu yang lebih panjang yakni dalam 15 tahun terakhir pada 2010 hingga 2024, jumlah permintaan emas di Indonesia cukup fluktuatif.

Pada 2013, permintaan emas sempat melonjak 42,88% mencapai 88,11 ton. Namun kemudian turun drastis pada 2014 menjadi 63,38 ton.

Penurunan tajam juga terjadi pada 2020, ketika permintaan emas anjlok 31,04% menjadi 37,62 ton di tengah Tanah Air dilanda pandemi Covid-19 bersamaan dengan seluruh negara lainnya di dunia.

Permintaan Emas Koin dan Batangan serta Perhiasan di Indonesia

Total permintaan emas terbagi atas permintaan emas batangan dan koin serta permintaan emas perhiasan. Jika dilihat lebih rinci, data WGC menunjukkan permintaan emas batangan dan koin cenderung lebih tinggi dalam 15 tahun terakhir. Adapun WGC memasukkan permintaan batangan dan koin ke dalam kategori investasi. Sementara tren permintaan emas perhiasan di Indonesia cenderung turun sejak 2010 hingga 2024.

Permintaan emas batangan dan koin tercatat meningkat 18,89% menjadi 24,5 ton pada 2024. Angkanya lebih tinggi dari 2010 yang sebesar 17,16 ton.

Permintaan emas investasi dan koin juga sempat melambung hingga mencapai 45,94 ton pada 2013 yang merupakan permintaan tahunan tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Namun pada 2014 angkanya turun tajam mencapai 26,9 ton.

Sementara dalam 15 tahun terakhir, permintaan emas batangan dan koin rata-rata meningkat 7,13% dalam 15 tahun terakhir. Hal ini turut mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap emas sebagai instrumen investasi.

Sebaliknya, permintaan emas perhiasan tercatat turun 8,9% menjadi 22,83 ton pada 2024. Angkanya juga lebih rendah dari permintaan emas perhiasan pada 2010 sebanyak 33,4 ton.

Dalam 15 tahun terakhir, jumlah permintaan emas perhiasan di Indonesia sempat menyentuh level tertinggi sebesar 41,89 ton pada 2018. Namun setelahnya terus berkurang.

Pada 2020, permintaan emas perhiasan bahkan menyusut drastis 48,33% menjadi 20,86 ton dari 40,38 ton pada 2019. Namun pada 2021 dan 2022 jumlah permintaan kembali berbalik naik sebelum akhirnya dalam 2 tahun terakhir, tren permintaan emas perhiasan kembali melemah.

(Baca: (Laporan) Perkembangan Investor hingga Penghimpunan Dana di Pasar Modal Sepanjang 2024)

Peresmian Bank Emas di Indonesia

Dengan melihat jumlah cadangan dan produksi emas yang besar, pemerintah menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk lebih mengoptimalkan monetisasi emas untuk mendorong perekonomian nasional yaitu melalui pembentukan kegiatan usaha bulion.

Pada 26 Februari 2025, Presiden RI Prabowo Subianto pun secara resmi meluncurkan kegiatan usaha bulion atau Layanan Bank Emas di Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI. Peresmian itu disebut sebagai tonggak penting dalam pengembangan ekosistem industri emas nasional.

Sebagai catatan, Pegadaian telah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjalankan kegiatan usaha bullion pada 6 Januari 2025. Adapun izin bagi BSI didapat pada 12 Februari 2025. Dalam keterangan tertulis, OJK berharap pemberian izin kegiatan usaha bulion kedua BUMN tersebut dapat menjadi titik awal bagi pengembangan ekosistem bulion yang terintegrasi di Indonesia.

Lebih lanjut dalam keterangan tertulis OJK menjelaskan kegiatan usaha bulion menjadi bentuk diversifikasi produk jasa keuangan yang memanfaatkan monetisasi emas sebagai sumber pendanaan dalam rangka mendukung kebutuhan pembiayaan pada rantai pasok emas di dalam negeri, mulai dari sektor pertambangan, pemurnian, manufaktur, hingga penjualan emas ke konsumen ritel.

Langkah tersebut tidak hanya untuk memperluas pilihan investasi, tetapi juga akan memperdalam pasar keuangan di Indonesia melalui monetisasi emas yang disalurkan kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Kegiatan usaha bulion oleh LJK juga diharapkan dapat membantu untuk mengurangi impor emas dan mendukung program hilirisasi di sektor komoditas emas.

OJK pun telah menerbitkan kerangka pengaturan kegiatan usaha bulion yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion (POJK 17/2024).

Melalui pengaturan tersebut, OJK membuka peluang bagi LJK yang memiliki kegiatan utama pembiayaan dan memenuhi persyaratan untuk dapat menjalankan kegiatan usaha bulion.

Kegiatan usaha bulion yang dapat dilakukan meliputi simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya sesuai ketentuan. Adapun LJK akan menyesuaikan pilihan kegiatan tersebut sesuai dengan risk appetite dan kesiapan proses bisnis.

Penjualan Emas Pegadaian

Jika dilihat dari sisi pendapatan PT Pegadaian yang didapat dari penjualan emas selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren meningkat. Pada 2024, total nilai penjualan emas Pegadaian bahkan mencapai Rp18,19 triliun atau melejit 127,94% dibandingkan 2023 yang sebesar Rp7,98 triliun.

Kenaikan tersebut pun menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Sepanjang 2020 hingga 2024, pendapatan Pegadaian dari penjualan emas rata-rata meningkat 35,63%.

Pada 2020, penjualan emas tercatat sebanyak Rp7,12 triliun. Namun sempat turun menjadi Rp6,51 triliun pada 2021. Sementara pada 2022 angkanya naik menjadi Rp8,18triliun. Lalu turun tipis menjadi Rp7,98 triliun pada 2023 dan berbalik melonjak pada 2024.

Berdasarkan laporan keuangan 2024, pendapatan Pegadaian bersumber dari tiga segmen utama. Pertama, sewa modal dan administrasi sebesar Rp19,87 triliun. Jumlahnya sekitar 51,45% dari total pendapatan Pegadaian.

Selanjutnya, pendapatan Pegadaian dari penjualan emas sebesar Rp18,19 triliun atau setara 47,09%. Lalu sekitar 1,45% didapat dari pendapatan lainnya dengan nilai Rp557,12 miliar.

(Baca: Infografis: Bank Emas Pertama RI Diluncurkan)