Data Penutupan Harga Nikel Global, 8 November 2023

Harga nikel menguat pada penutupan perdagangan Rabu (8/11). Adapun pelaku pasar masih mencermati hasil stress test LME, rencana LME menaikkan biaya kliring, hingga cadangan nikel di Indonesia yang diperkirakan hanya cukup hingga 7 tahun ke depan.

Sarnita Sadya

9 Nov 2023 - 09.48

Data

Harga nikel menguat pada penutupan perdagangan Rabu (8/11). Tercatat, harga nikel di London Metal Exchange (LME) naik 0,79% ke level US$18/053,00/ton pada penutupan perdagangan kemarin.

Harga nikel menguat setelah bergerak di rentang US$17.862,00/ton - US$18.210,00/ton. Adapun penguatan tersebut berbalik arah dari perdagangan sehari sebelumnya yang ditutup turun 2,89% pada 7 November 2023.

Jika melihat pergerakan sepanjang tahun berjalan, harga nikel tercatat anjlok 39,92%. Harganya pun terpantau turun 22,83% dalam satu tahun terakhir.

Penguatan harga nikel tersebut terjadi di tengah pelaku pasar yang mencermati hasil stress test LME. Mengutip Reuters, Bank of England mengatakan hasil stress test menunjukkan lembaga kliring London Metal Exchange (LME) Base mengalami pengurangan penuh sumber daya yang didanai sebelumnya dan yang tidak didanai sebelumnya dalam skenario ekstrem.

Sementara itu, London Metal Exchange (LME) akan menaikkan biaya perdagangan dan kliring rata-rata 13% mulai tahun depan. Namun, biayanya hampir dua kali lipat untuk transaksi OTC (over-the-counter). Adapun kenaikan biaya tersebut merupakan yang pertama dalam empat tahun terakhir. 

Sementara itu, volume perdagangan di bursa perdagangan logam terbesar dan tertua di dunia itu sempat terpukul, terutama nikel, setelah adanya lonjakan harga yang kacau pada Maret tahun lalu dan memaksa LME menutup pasar hingga membatalkan transaksi senilai miliaran dolar. Namun demikian, volume di bursa baru-baru ini membaik. Pelaku pasar pun menilai pemulihan penuh akan membutuhkan waktu.

Di sisi lain, cadangan nikel Indonesia, yang merupakan pemain utama dalam rantai pasok industri baterai kendaraan listrik itu, diperkirakan hanya cukup hingga 7 tahun ke depan. Mengutip Bisnis Indonesia, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno mengatakan bahwa masifnya pembangunan smelter sebagai dampak dari penghiliran dan pelarangan ekspor bijih mentah telah menyedot komoditas tersebut.

Padahal pada rencana sebelumnya, pembangunan smelter hingga 2025 hanya sebanyak 53 unit dengan total pasokan 95 juta ton nikel. Namun pada kenyataannya saat ini sudah ada sekitar 122 smelter nikel yang beroperasi dengan kebutuhan bijih nikel sebanyak 250 juta ton. Oleh karena itu, cadangan bijih nikel mungkin hanya cukup hingga 7 tahun ke depan.

Menurut Djoko, terdapat setidaknya tiga upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyiasati cadangan nikel saat ini. Pertama, melakukan impor bijih nikel dari negara produsen nikel lainnya, seperti Australia dan Filipina. Kedua, melalukan moratorium pembangunan smelter untuk menahan kebutuhan bijih nikel dalam pemurnian dan pengolahan. Ketiga, melakukan eksplorasi di green field untuk menambah cadangan nikel.

(Baca: Data Penutupan Harga Nikel Global, 1 November 2023)

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags