Harga Aluminium Kembali Turun, Kondisi Rusia Ikut Bebani Pasar

Harga aluminium kembali jatuh ke zona merah dengan turun 1,48% ke level US$2.133,00/ton pada penutupan perdagangan kemarin. Kondisi di Rusia dinilai ikut membebani pasar aluminium.

Gita Arwana Cakti

27 Sep 2022 - 10.00

Data

Harga aluminium melanjutkan penurunan untuk hari kedua pada perdagangan awal pekan ini, Senin (26/9). Namun, penurunannya terpantau lebih rendah dari sebelumnya.

Berdasarkan data di bursa London Metal Exchange (LME), harga aluminium turun 1,48% ke level US$2.133,00/ton pada penutupan perdagangan kemarin. Harga terkoreksi setelah bergerak di rentang US$2.132,50/ton-US$2.175,00/ton.

Pelemahan ini melanjutkan tekanan yang terjadi pada akhir pekan lalu. Harga logam dasar tersebut tercatat jatuh 2,85% ke level US$2.165,00/ton pada Jumat (23/9).

Jika dilihat pergerakan sejak awal tahun ini, harga aluminium merosot 24,02%. Dalam setahun terakhir, harga aluminium juga terkoreksi 26,84%. 

Kolumnis Logam Senior Thomson Reuters Andy Home menilai pasar aluminium ikut terbebani dengan ketidakpastian pasokan Rusia. Mengutip Reuters, ketika aluminium mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada level US$4,073,50 per ton pada Maret lalu, hal tersebut terjadi sebagai reaksi langsung terhadap invasi Rusia ke Ukraina.

Pasar pun memperkirakan adanya potensi kerugian logam dari Rusal Rusia, yang menghasilkan 3,76 juta ton pada 2021. Sementara itu, pedagang aluminium telah hal ini sebelumnya pada 2018, ketika sanksi AS terhadap pemilik Rusal Oleg Deripaska menyebabkan pergolakan besar-besaran di sepanjang rantai pasokan global.

(Baca: Harga Aluminium Turun Lagi, Pasar Cermati The Fed hingga Rusal)

Namun kali ini, tidak ada sanksi pemerintah terhadap aluminium Rusal sebagai tanggapan atas "operasi militer khusus" Kremlin di Ukraina. Pasokan di Rusia memang menunjukkan adanya peningkatan karena Rusal membangun pabrik peleburan baru dan berupaya mengekspor lebih banyak logam karena permintaan domestik melemah.

Namun, masih belum dapat dipastikan siapa yang akan menyerap semua pasokan aluminium tersebut. Sanksi sendiri diperkirakan mengganggu saluran penjualan normal pada tahun depan dengan kemungkinan logam Rusia mengalir ke pasar pilihan terakhir yakni London Metal Exchange (LME).

Adapun pemerintah yang sempat mengambil tindakan langsung terhadap sektor aluminium Rusia adalah Australia, yang pada Maret lalu melarang ekspor bauksit dan alumina produk antara ke negara tersebut.

Hal tersebut pun efektif membekukan aliran pengambilan alumina Rusal dari perusahaan patungan Alumina Queensland. Saluran pasokan alumina utama lainnya juga ditutup pada Maret dari kilang Nikolaev di Ukraina.

Adapun, kesenjangan alumina, diisi oleh produsen Cina, yang telah secara dramatis meningkatkan ekspor ke Rusia. Negeri Panda itu tercatat telah mengirimkan 577.000 ton alumina ke Rusia sejak Maret, dibandingkan dengan posisi 2020 sebesar 1.250 ton dan 1.750 ton pada 2021.

Hal tersebut cukup kuat untuk membuat China menjadi eksportir bersih untuk pertama kalinya sejak awal 2019 dan membuat Rusal meningkatkan produksi meskipun ada gangguan pada rantai pasokan bahan bakunya sendiri.

Sementara itu, mengutip Shanghai Metal Market, inventori sosial aluminium ingot di delapan pasar utama China pada 26 September 2022 tercatat 652.000 metrik ton. Jumlah tersebut turun 14.000 metrik ton dari Kamis lalu dan lebih rendah 166.000 metrik ton dari tahun lalu. Adapun jika dibandingkan dengan akhir Agustus, angka tersebut turun 26.000 metrik ton. Persediaan tersebut pun berada pada titik terendah baru tahun ini.

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags