Harga Tembaga Lanjutkan Kenaikan Tajam di Akhir Pekan

Harga tembaga berjangka untuk kontrak Desember 2022 di bursa Comex terpantau naik 1,94% ke level US$3.5953/pon.

Gita Arwana Cakti

9 Sep 2022 - 10.00

Data

Harga tembaga kembali melenggang di zona hijau pada perdagangan Jumat (9/9) pagi. Hingga pukul 09.15 WIB, harga tembaga berjangka untuk kontrak Desember 2022 di bursa Comex terpantau naik 1,94% ke level US$3.5953/pon. 

Sepanjang perdagangan pagi ini, harga tembaga sempat menyentuh level terendahnya di US$3.5475/pon dan naik ke level tertinggi pagi ini di US$3.5997/pon. Kenaikan tersebut melanjutkan penguatan yang terjadi pada perdagangan sebelumnya yang melesat 2,81%. Adapun penguatan dua hari beruntun ini terjadi setelah harga tembaga turun 0,91% pada perdagangan 7 September lalu.

Di bursa London Metal Exchange (LME), harga tembaga juga ditutup melejit 2,74% ke level  US$7.831, 50/ton pada perdagangan Kamis (8/9). Harga tersebut rebound setelah sebelumnya terkoreksi 0,79%

Kenaikan harga tembaga juga terjadi di pasar spot Shanghai. Mengutip Shanghai Metal Market, katoda tembaga di pasar spot bergerak dengan level harga premium ¥380/metrik ton hingga ¥440 /metrik ton di atas SHFE 2209 di Shanghai, dengan harga rata-rata ¥410 yuan/metrik ton. Nilai tersebut naik ¥10/metrik ton dari hari sebelumnya.

Meskipun harga tembaga beberapa waktu terakhir mulai rebound, harga komoditas tersebut sempat terkoreksi tajam sebesar 7,89% sejak 26 Agustus 2022 hingga 1 September 2022. Setelah itu harga tembaga mulai berfluktuasi.

Penurunan harga tembaga sebelumnya terjadi akibat kekhawatiran akan penurunan permintaan serta pelemahan ekonomi global.

Penurunan tak hanya dialami oleh tembaga tetapi juga logam dasar lainnya. Kekhawatiran terhadap melemahnya prospek permintaan logam dipicu oleh krisis energi Eropa, kebijakan moneter yang lebih ketat oleh Federal Reserve, dan strategi Zero Covid oleh China yang dinilai akan merusak pertumbuhan ekonomi global.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Kota metropolitan Chengdu di China mengunci 21 juta penduduknya untuk menahan wabah Covid-19. Ibu kota Sichuan itu akan menjadi kota terbesar yang ditutup sejak penguncian dua bulan Shanghai pada awal tahun ini.

Sementara itu, nada hawkish dari bank sentral AS pun mendorong kenaikan dolar Amerika Serikat, sehingga berpotensi terus memberi lebih banyak tekanan pada komoditas.

Namun demikian hal tersebut sebagian diimbangi oleh risiko sisi penawaran, dengan stok rendah dan banyak pabrik peleburan Eropa yang tertekan oleh krisis listrik.

(Baca: Efek Lockdown China Masih Membayangi, Harga Tembaga Turun Lagi)

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags