Indeks Sektoral : 9 Sektor Melemah, IHSG Tertahan di Zona Merah

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali tertahan di zona merah pada perdagangan awal bulan, Selasa (2/5).

Haratwadi Handoko

2 Mei 2023 - 18.08

Data

IHSG ditutup melemah 0,76% atau 52,41 poin ke level 6.863,3. Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak di rentang harian 6.814,34 hingga level 6.920,34.

Indeks komposit terbebani oleh sembilan sektor. Sektor energi tertekan paling dalam sebesar 3,01% ke level 2.031,8. Posisinya diikuti sektor kesehatan yang juga melemah 2,1% ke level 1.509,3. Sedangkan dua sektor lainnya mencatatkan kenaikan. Sektor barang konsumen non-primer memimpin penguatan dengan 0,32% ke level 813,38.

Sektor Energi

Indeks sektor energi menjadi indeks sektoral yang paling tertekan, ditutup jatuh 3,01% atau 63,06 poin ke level 2.031,8 pada akhir perdagangan Selasa (2/5). Indeks terjatuh setelah bergerak di rentang 2.029,5-2.094,86.

Sejumlah saham yang ikut menekan sektor energi antara lain PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) turun 4,95% atau 50 poin ke level 960, lalu PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) jatuh 4,88% atau 1.625 poin ke level 31.675, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) melemah 2,80% atau 40 poin ke level 1.390.

Sektor komoditas diperkirakan menjadi salah satu yang mengalami tekanan yang paling besar pada tahun ini. Terutama dari sisi harga di pasar global. Batu bara dalam hal ini diperkirakan mengalami penurunan harga yang lebih dalam dibandingkan komoditas energi lain. Hal itu salah satunya diungkapkan oleh Bank Dunia (World Bank) dalam laporan terbarunya yang berjudul Commodity Markets Outlook. Dalam laporan yang dirilis pada 27 April 2023 tersebut, harga komoditas global diperkirakan mengalami penurunan dengan laju tercepatnya sejak pandemi Covid-19.

Secara kumulatif, harga produk komoditas diperkirakan turun sebesar 21% pada 2023 dibandingkan dengan tahun lalu alias secara year on year (yoy). Harga energi diproyeksikan turun sebesar 26% secara yoy pada tahun ini. Harga minyak mentah Brent dalam dolar AS diperkirakan berada di level US$84 per barel tahun ini. Jika terealisasi, level harga itu turun 16% dari rata-rata pada 2022. Sementara itu, harga gas alam menjadi salah satu yang diperkirakan mengalami penurunan paling besar pada tahun ini, jika dibandingkan dengan komoditas energi lainnya. Bank Dunia memperkirakan, harga gas alam di Eropa dan Amerika Serikat turun lebih dari 50% pada 2023 dibandingkan dengan 2022.

Adapun, komoditas energi lain yang juga diperkirakan mengalami penurunan harga paling besar tahun ini adalah batu bara. Dalam laporannya, Bank Dunia memprediksikan bahwa harga batu bara akan turun 43% secara yoy pada 2023. Sementara itu pada 2024, harga batu bara akan turun 23% secara yoy. Biaya produksi karbon yang tinggi di Eropa, yang dikombinasikan dengan harga LNG serta gas alam yang lebih rendah di Eropa, akan mendorong turunnya permintaan batu bara secara global.


Sektor Barang Konsumen Non-Primer

Indeks sektor barang konsumen non-primer menjadi indeks sektoral yang paling kuat dengan naik 0,32% atau 2,56 poin ke level 813,38 pada akhir perdagangan Selasa (2/5). Indeks menguat setelah bergerak di rentang 810,79-819,1.

Sejumlah saham yang ikut menopang sektor barang konsumen non-primer antara lain PT Gajah Tunggal Tbk. (GJTL) terapresiasi 10,71% atau 75 poin ke level 775, lalu PT Selamat Sempurna Tbk. (SMSM) naik 6,43% atau 100 poin ke level 1.655, dan PT Astra Otoparts Tbk. (AUTO) menguat 0,27% atau 5 poin ke level 1.835.

Emiten produsen ban favorit investor kawakan Lo Kheng Hong, PT Gajah Tunggal Tbk. (GJTL) menorehkan kinerja positif sepanjang kuartal I/2023 dengan membukukan laba bersih Rp265,69 miliar. Berdasarkan laporan keuangan, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk GJTL sebesar Rp265,69 miliar atau meroket 271,7% secara year-on-year (yoy) dibandingkan kuartal pertama 2022 sebesar Rp71,47 miliar. Capaian laba bersih perseroan didorong oleh kenaikan penjualan bersih 5,21% (yoy) menjadi Rp4,44 triliun hingga akhir Maret 2023, dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp4,22 triliun.

Secara perinci berdasarkan pasar, penjualan ban domestik GJTL di Pulau Jawa dan luar Jawa sebesar Rp3,21 triliun. Sementara itu untuk ekspor ban GJTL ke berbagai negara di Amerika, Eropa, Asia, hingga Timur Tengah berkontribusi Rp1,22 triliun. Adapun, beban pokok penjualan perseroan turun tipis 0,53% menjadi Rp3,56 triliun dibanding periode sama tahun 2022 yang sebesar Rp3,58 triliun. Alhasil, laba kotor perseroan terkerek 37,32% menjadi Rp881,13 miliar dibanding kuartal I/2022 sebesar Rp641,64 miliar.

Emiten ban yang memiliki pabrik di Kota Serang dan Tangerang itu juga mendapatkan keuntungan dari selisih kurs sebesar Rp107,32 miliar hingga akhir Maret 2023 dibanding tahun sebelumnya yang rugi Rp12,9 miliar. Keuntungan selisih kurs tersebut meroket 931,84% secara yoy. Berdasarkan neraca, total aset GJTL tumbuh menjadi Rp19,17 triliun, naik dari posisi akhir 2022 yang sebesar Rp19,01 triliun. Liabilitas perseroan turun tipis menjadi Rp11,78 triliun dibanding akhir Desember 2022 sebesar Rp11,79 triliun. Sedangkan ekuitas naik menjadi Rp7,39 triliun dibanding akhir 2022 yang sebesar Rp7,22 triliun.


Sektor Kesehatan

Indeks sektor kesehatan berakhir di zona merah dengan ditutup terkoreksi 2,1% atau 32,36 poin ke level 1.509,3 pada akhir perdagangan Selasa (2/5). Indeks terkoreksi setelah bergerak di rentang 1.495,17-1.543,38.

Sejumlah saham yang ikut memberatkan sektor kesehatan antara lain PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) jatuh 5,88% atau 170 poin ke level 2.720, lalu PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) terkoreksi 4,68% atau 275 poin ke level 5.600, dan PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) turun 1,41% atau 20 poin ke level 1.395.

Emiten laboratorium klinis PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) melaporkan penurunan pendapatan sepanjang 2022. Koreksi pendapatan berimbas pada turunnya laba bersih pengelola laboratorium Prodia itu. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2022, Prodia mengakumulasi total pendapatan sebesar Rp2,18 triliun. Angka itu turun 17,74% dibandingkan dengan 2021 yang mencapai Rp2,65 triliun. Penurunan pendapatan terlihat pada hampir seluruh segmen usaha. Segmen laboratorium membukukan koreksi 19,17% year on year (YoY) menjadi Rp1,93 triliun dari Rp2,39 triliun. Sementara itu, segmen klinik turun 64,89% (YoY) menjadi Rp8,20 miliar dan segmen non laboratorium naik 2,07% menjadi Rp233,72 miliar pada 2022, dibandingkan dengan Rp228,97 miliar pada 2021.

Turunnya pendapatan PRDA turut dipicu oleh koreksi pada seluruh pemasukan berdasarkan pelanggan. Koreksi pendapatan dari pelanggan individu mencapai 25,41% (YoY) menjadi Rp668,44 miliar. Begitu pula pelanggan dari referensi dokter yang turun 19,59% secara tahunan, referensi pihak ketiga turun 10,83%, dan klien korporasi turun 5,16% (YoY). Prodia sejatinya turut berhasil menekan beban pokok pendapatan sebesar 16,18% (YoY) sehingga menjadi Ro854,53 miliar. Meski demikian, laba kotor tetap terkoreksi sebesar 18,71% (YoY) dari Rp1,63 triliun pada 2021 menjadi Rp1,32 triliun pada 2022. Adapun laba bersih PRDA sepanjang 2022 berjumlah Rp371,64 miliar. Capaian itu merefleksikan penurunan 40,36% dibandingkan dengan 2021 yang menyentuh Rp623,23 miliar.

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags