Badan Pusat Statistik (BPS)

Bank Dunia

Mandiri Institute

United Nations Development Programme (UNDP)

Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Kemenkopukm)

UMKM

Digital

covid

ekonomi digital

Comprehensive Report

Pandemi Covid-19 telah memukul usaha mikro, kecil, dan menengah (<a href="https://dataindonesia.id/tags/umkm" rel="noopener noreferrer" target="_self">UMKM</a>). Pembatasan mobilitas demi mencegah penularan Covid-19 justru membuat banyak UMKM harus merugi. Tak pelak, banyak UMKM yang harus menutup usahanya selama pandemi Covid-19.Nasib buruk UMKM selama pandemi Covid-19 salah satunya terlihat dari kinerja produksi industri mikro kecil (IMK) yang tumbuh negatif sepanjang 2020. Sepanjang tahun tersebut, produksi IMK mengalami penurunan hingga 17,63% (year on year/yoy). Padahal, IMK masih mampu tumbuh positif pada tahun-tahun sebelumnya.&nbsp;Dilihat secara kuartalan, produksi IMK mengalami kontraksi selama empat kuartal berturut-turut pada 2020. Kontraksi paling dalam tercatat sebesar 21,31% pada kuartal II/2021 atau ketika pandemi Covid-19 mulai mewabah di Indonesia.Seiring dengan kinerja yang memburuk, sebagian usaha IMK tidak mampu bertahan saat pandemi. BPS mencatat ada 7,06% IMK yang terpaksa tutup pada kuartal IV/2020. Kemudian, 11,25% IMK melakukan kebijakan sementara tidak berproduksi pada periode tersebut.&nbsp;<iframe src="https://flo.uri.sh/story/1118100/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Kondisi tersebut pun terus berlangsung hingga tahun lalu. Terlebih, Indonesia dilanda gelombang kedua Covid-19 yang membuat pemerintah menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).&nbsp;Berdasarkan hasil survei Mandiri Institute, sebanyak 19,3% UMKM harus tutup karena penerapan kebijakan demi mencegah Covid-19 tersebut. Ada pula 47% UMKM yang berjalan terbatas selama PPKM berlangsung.&quot;Dari sekian UMKM yang berhenti, 46,3% usaha mengalami kekosongan selama kurang dari dua bulan. Lalu, 35,5% usaha terpaksa menutup operasi selama dua hingga empat bulan,&quot; tulis Head of Mandiri Instritute Teguh Yudo Wicaksono seperti dikutip Jumat (28/01).Tak hanya dari sisi operasional, omzet UMKM pun mengalami penurunan ketika PPKM. Mayoritas atau 72,04% responden menyatakan bahwa omzetnya drop sepanjang Juli-Agustus 2021.Sebanyak 21% responden menyebut omzetnya stabil. Sementara, hanya 6,9% responden yang mengaku mengalami peningkatan omzet.<iframe src="https://flo.uri.sh/story/1118103/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Padahal, UMKM merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkopukm) menunjukkan, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto mencapai 60,51% atau setara Rp9.580 triliun pada 2019.&nbsp;Selain itu, UMKM menyerap 96,92% dari total tenaga kerja di Indonesia. Jumlahnya tercatat sebesar 119,56 juta orang pada 2019.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/8447922/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Demi memulihkan kinerja yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, perlu ada strategi baru dalam model penjualan UMKM. Hal tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan mendorong digitalisasi.Pasalnya, para pedagang yang menggunakan teknologi digital terbukti lebih tangguh saat pandemi Covid-19. Ini terbukti dari hasil survei Bank Dunia yang menyatakan 78,6% pedagang digital tetap membuka usahanya sepanjang 2020.&nbsp;Proporsi tersebut lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang sebagian besar menjalankan bisnisnya secara luring. Tercatat hanya 36,1% usaha yang beroperasi secara luring tetap hidup saat pandemi Covid-19.&nbsp;<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/digital/detail/bank-dunia-pedagang-digital-paling-tangguh-hadapi-pandemi" id="isPasted" target="_self">Bank Dunia: Pedagang Digital Paling Tangguh Hadapi Pandemi</a>)</blockquote>Selain itu, bisnis milik pedagang digital lebih cepat pulih ketika pagebluk berlangsung. Rata-rata total penjualan digital sudah kembali naik ke tingkat pra-pandemi sekitar enam bulan setelah Indonesia mengalami puncak kasus Covid-19 pertama.&nbsp;Adapun, pedagang digital yang tutup sementara mencapai 17,4%. Sementara, hanya 3,9% pedagang digital yang tutup saat pandemi Covid-19 terjadi.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/8482095/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Tak hanya bertahan saat pandemi Covid-19, mayoritas UMKM yang beralih ke platform digital pun mampu meraup untung. Berdasarkan hasil survei Badan Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), ada 50,6% UMKM yang beralih ke platform digital mengalami kenaikan keuntungan saat pandemi Covid-19.&nbsp;Secara rinci, ada 38,8% UMKM yang beralih ke platform digital mengalami kenaikan profit sebesar 38,8%. Sebanyak 8,2% UMKM merasakan untungnya naik 20%-50% dengan platform digital. Kemudian, 3,5% yang mengalami kenaikan keuntungan lebih dari 50%.&nbsp;<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/8546430/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Walau demikian, penggunaan teknologi digital oleh UMKM bukanlah perkara mudah. Hasil survei Mandiri Institute mencatat ada sejumlah kendala yang dirasakan UMKM ketika ingin memulai berjualan secara daring.&nbsp;Sebanyak 38% responden mengaku tak tahu cara berjualan daring. Sebanyak 30,9% responden mengalami keterbatasan modal dan akses pendukung.&nbsp;Ada 15,9% responden yang terhambat melakukan digitalisasi karena jenis usahanya kurang cocok. Kemudian, responden yang mengeluhkan perihal koneksi internet dan merasa tidak perlu masing-masing sebesar 7,7% dan 3,9%.&nbsp;Ada pula 1,6% responden yang terhambat berjualan daring karena masalah personalia. Sementara, 0,4% responden terkendala oleh masalah pengiriman barang ketika berjualan daring.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/8549904/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Tak hanya ketika memulai usaha daring. Dalam perjalanannya, ada sejumlah hambatan yang dirasakan UMKM ketika berjualan daring.&nbsp;Masalah utama yang kerap dirasakan adalah jaringan yang lemah. Tercatat ada 55% responden yang menyatakan hal tersebut.&nbsp;Sebanyak 5,58% responden terkendala oleh kekurangan modal ketika berjualan daring. Hambatan berupa akses pemasaran serta masalah pasar dan persaingan yang ketat masing-masing dirasakan oleh 5,03% dan 4,38%.&nbsp;Kemudian, 2,78% responden terkendala oleh aplikasi dan pembeli. Sedangkan, responden yang terkendala oleh sumber daya manusia (SDM) penjual dan pengiriman barang ketika berjualan daring berturut-turut sebesar 2,10% dan 2,08%.<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/8450621/embed" title="Interactive or visual content" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" frameborder="0"></iframe>Demi mendukung digitalisasi UMKM, Bank Dunia telah mencatat beberapa program efektif yang bisa diberikan oleh pemerintah. Program utama yang diperlukan oleh UMKM berupa peningkatan keterampilan, pengetahuan, dan pelatihan digital.&nbsp;Ada 23% responden yang memilih program tersebut sebagai prioritas pertama mereka. Sebanyak 8% responden memilih program tersebut sebagai prioritas kedua. Sementara, persentasenya mencapai 9% sebagai prioritas ketiga.&nbsp;Akses internet yang lebih baik berada di posisi kedua. Sebanyak 20% responden menaruh program tersebut di prioritas pertama. Kemudian, responden yang menginginkan akses internet di prioritas kedua dan ketiga masing-masing sebesar 25% dan 21%.&nbsp;Setelahnya ada layanan logistik yang lebih mudah dan dapat diandalkan. Sebanyak 14% menaruh program tersebut di prioritas pertama mereka.Lalu, persentasenya di prioritas kedua dan ketiga sama-sama sebesar 16%. Lalu, program yang dinilai efektif berupa pengurangan proses birokrasi di pemerintahan.&nbsp;Responden yang memilih program tersebut sebagai prioritas pertama sebanyak 13%. Sedangkan, 10% responden sama-sama menaruh hal tersebut di prioritas kedua dan ketiga.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/sederet-strategi-umkm-bertahan-saat-ppkm-mana-paling-efektif" id="isPasted" target="_self">Sederet Strategi UMKM Bertahan saat PPKM, Mana Paling Efektif?</a>)</blockquote>

Pandemi Covid-19 telah memukul UMKM, sehingga banyak dari mereka yang harus menutup usahanya. Namun, masih ada langkah yang bisa diambil oleh UMKM untuk menyintas, bahkan memperoleh keuntungan. 

Langkah UMKM Menyintas Pandemi lewat Digitalisasi