Berbagai Sumber

cipta kerja

uu cipta kerja

pekerja

tenaga kerja

upah minimum provinsi

upah

gaji

ketenagakerjaan

undang-undang

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang <a href="https://dataindonesia.id/tags/tenaga-kerja" target="_self" rel="noopener noreferrer">Cipta Kerja</a> (UU Cipta Kerja) pada 31 Oktober 2024.Mengutip keterangan tertulis dalam laman MK RI, putusan bernomor 168/PUU-XXI/2023 itu dimohonkan oleh oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan dua orang perseorangan, yaitu Mamun dan Ade Triwanto yang berprofesi sebagai buruh.Adapun, alasan MK mengubah sebagian aturan UU Cipta Kerja karena substansi atau materinya tidak sinkron dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Putusan MK tersebut memuat 21 poin penting.Tak hanya itu, dalam putusan berjumlah 687 halaman tersebut, Mahkamah meminta pembentuk Undang-Undang segera membentuk Undang-Undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU Cipta Kerja.Mengutip <a href="https://epaper.bisnis.com/epaper/detail/page/146645/" target="_self" rel="noopener noreferrer">Bisnis Indonesia</a>, Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pihaknya masih menunggu terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang mengakomodasi putusan MK terkait dengan pengupahan. Susi menjelaskan bahwa pemerintah akan mengikuti amar putusan MK untuk mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) dalam pengupahan buruh/pekerja.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/tenaga-kerja/detail/data-tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-di-indonesia-pada-februari-2019-agustus-2024" target="_self" rel="noopener noreferrer">Data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2019 - Agustus 2024</a>)</blockquote><h2>Hasil Putusan Mahkamah Konstitusi</h2>Dalam putusan nomor 168/PUU-XXI/2023, MK membagi pertimbangan hukum ke dalam enam klaster dalil permohonan. Pertama, Dalil Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Kedua, Dalil Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Ketiga, Dalil Mengenai Pekerja Alih Daya (Outsourcing). Keempat, Dalil Mengenai Upah. Kelima, Dalil Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Keenam, Dalil Mengenai Uang Pesangon (UP), Uang Penggantian Hak (UPH), dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK).<h2>Berikut ringkasan poin penting hasil putusan MK terkait UU Cipta Kerja:&nbsp;</h2><h3>Penggunaan Tenaga Kerja Asing</h3>Sebagaimana tertulis dalam Pasal 81 angka 4 Lampiran UU Cipta Kerja, Tenaga Kerja Asing (TKA) dapat dipekerjakan di Indonesia. Namun, hal ini dapat dilakukan hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Ketentuan tersebut dinilai multitafsir oleh para pemohon. Hal ini disetujui oleh MK sehingga ketentuan tersebut diubah dengan menambahkan penekanan untuk tetap mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia.Secara rinci, bunyi ketentuan tersebut menjadi, Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam Hubungan Kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.<h3>Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)</h3>MK juga mempertimbangkan mengenai jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu tertentu (PKWT). Dalam UU Cipta Kerja tidak dijelaskan secara rinci batasan waktu mengenai berakhirnya PKWT.Lebih lanjut, dalam Pasal 59 ayat (1) huruf b dalam UU Ketenagakerjaan diatur bahwa masa kerja PKWT paling lama adalah 3 tahun. Pemohon mengajukan banding terhadap ketentuan ini atas dasar kejelasan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh. Merespons hal ini, MK kemudian mengubah ketentuan tersebut menjadi 5 tahun.Secara rinci, bunyi ketentuan terkait jangka waktu PKWT menjadi, Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 (lima) tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.<h3>Mengenai Pekerja Ahli Daya (Outsourcing)</h3>Terkait Pekerja Alih Daya, para Pemohon mempersoalkan belum adanya landasan hukum yang jelas dan pasti mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihkan melalui alih daya (outsourcing).Merespons hal ini, MK pun mengubah Pasal 64 ayat (2) dalam UU Ketenagakerjaan yang diubah dalam Pasal 81 angka 18 Lampiran UU Cipta Kerja, yang tertulis bahwa pemerintah akan menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketentuan tersebut lantas diubah dengan menambahkan ketentuan bahwa jenis pekerjaan dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan harus tertulis dalam perjanjian tertulis alis daya.Secara rinci, bunyi ketentuan tersebut menjadi Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya.<h3>Waktu Kerja Lima Hari</h3>Pada kesempatan tersebut, para Pemohon juga mempersoalkan tidak diakomodasinya hak pekerja/buruh yang bekerja pada pengusaha atau di perusahaan yang memberlakukan 5 (lima) hari kerja dalam sepekan dengan istirahat selama 2 (dua) hari.Hal ini sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 81 angka 25 Lampiran UU Cipta Kerja. Berkenaan dengan hal ini, MK memutuskan untuk menambah opsi hari libur pekerja yakni 2 hari untuk lima hari kerja dalam 1 minggu, dari sebelumnya hanya 1 hari untuk 6 enam hari kerja.Secara rinci, bunyi ketentuan ini menjadi, Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi: b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/tenaga-kerja/detail/data-sebaran-tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-menurut-provinsi-pada-agustus-2024" target="_self" rel="noopener noreferrer">Data Sebaran Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi pada Agustus 2024&nbsp;</a>)</blockquote><h3>Upah</h3>Terkait upah, sebagaimana tertulis dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Cipta Kerja, hanya tertulis bahwa setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. MK kemudian mengubah Pasal tersebut dengan menambahkan rincian hak atas upah yang dapat diterima oleh para pekerja.Secara rinci, bunyi ketentuan ini menjadi, Setiap Pekerja/Buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.<h3>Penentuan Upah</h3>Menurut Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Cipta Kerja, tertulis bahwa kebijakan pengupahan meliputi dua hal, yakni struktur dan skala upah. MK kemudian menambahkan kata proporsional sehingga bunyinya menjadi,&nbsp;Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: b. struktur dan skala upah&nbsp;yang proporsional.Lebih lanjut, dalam Pasal 81 angka 33 Lampiran UU Cipta Kerja tertulis bahwa Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas. Berdasarkan putusan MK, ketentuan tersebut diubah dengan tidak hanya memperhatikan dari sisi perusahaan saja tetapi juga dari sisi pekerja seperti jabatan, pendidikan, hingga kompetensi.Secara rinci, bunyi ketentuan tersebut menjadi, Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala Upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.Terkait dengan formula penghitungan upah minimum, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Cipta Kerja, tertulis bahwa formula penghitungan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa variabel, yakni pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.Ketentuan tersebut kemudian diperjelas menjadi, Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh.Mahkamah juga mempertimbangkan mengenai dalil Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 UU Cipta Kerja yang menghapus ketentuan Upah Minimum Sektoral (UMS) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), yang dalam praktiknya dapat mengurangi perlindungan terhadap pekerja, sehingga negara tidak lagi memberikan perlindungan yang memadai terhadap hak-hak pekerja.Hakim Konstitusi Arsul Sani menyampaikan pandangan Mahkamah bahwa upah minimum sektoral merupakan salah satu instrumen penting dalam rangka menjamin kesejahteraan pekerja di sektor-sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya.Pengaturan upah minimum sektoral memberikan perlindungan yang lebih spesifik dan adil kepada pekerja di sektor-sektor tersebut, terutama dalam kondisi di mana sektor tertentu memerlukan standar upah yang lebih tinggi karena tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan.<h3>Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)</h3>Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Cipta Kerja dijelaskan bahwa, dalam hal Pekerja/Buruh telah diberitahu dan menolak PHK, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh.Oleh MK, ketentun ini kemudian diubah sehingga berbunyi, Dalam hal Pekerja/Buruh telah diberitahu dan menolak Pemutusan Hubungan Kerja, penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh.&quot;Jika tidak menemukan titik kesepakatan, maka PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Terkait dengan uang pesangon, uang pesangan diberikan sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang PPHI.<h3>Dewan Pengupahan hingga Keterlibatan Serikat Pekerja</h3>Dalam putusan tersebut, MK juga juga menekankan adanya pengaktifkan kembali Dewan Pengupahan. Dewan Pengupahan ini bertugas untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam perumusah kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem kebijakan pengupahan.Di sisi lain, MK memutuskan bahwa upah minimum harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengursaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan. Sebelumnya, kesepakatan besaran upah minimum hanya dilakukan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan saja.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/regulasi/detail/uu-nomor-6-tahun-2023-tentang-cipta-kerja" target="_self" rel="noopener noreferrer">UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja</a>)</blockquote><h2>Pandangan Berbagai Pihak</h2>Seiring dengan adanya putusan MK terkait perubahan sebagian uji materi UU Cipta Kerja, berbagai pihak pun memberikan respons beragam. Mengutip Media Indonesia, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda turut mengapresiasi Partai Buruh yang berhasil memenangkan gugatan UU Cipta Kerja di MK.Apabila ditarik mundur ke belakang, diketahui bahwa UU Cipta Kerja sudah pernah digugat dan hasilnya MK menganulir UU Cipta Kerja. Namun kemudian hal ini direspons oleh pemerintah dengan menerbitkan Perppu (Peraturan Pengganti UU) yang kemudian kembali digugat dan dikabulkan sebagian oleh MK. Melihat hal ini, Nurul menilai bahwa tidak adanya perlibatan elemen buruh pada saat pemerintah menetapkan UU Cipta Kerja.Sementara itu, Pengamat Hukum Ketenagakerjaan Johan Imanuel, mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menindaklanjuti Putusan MK Nomor 168 tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Pasalnya, dalam putusannya, MK memandang pemerintah bersama DPR perlu membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan baru, dengan mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja.Mengutip rri.co.id, Johan berharap tindaklanjut atas putusan MK dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan multitafsir terhadap muatan pasal yang baru nantinya. Menurut Johan, sebagai tindaklanjut dari putusan MK tersebut, sebaiknya diikuti dengan perubahan Peraturan Pemerintah turunannya yang terkait.Dari kalangan asosiasi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai keputusan MK terkait Cipta Kerja akan memberikan ketidakpastian ke iklim investasi di tanah air. Mengutip Investor.id, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam mengatakan langkah MK tersebut dapat memicu ketidakpastian regulasi yang berdampak pada iklim investasi.Selain itu, kata dia, perubahan 21 pasal yang diputuskan oleh MK ini akan membuat dunia usaha mengukur kembali dampak yang ada terhadap kondisi dan perencanaan perusahaan ke depan, terutama yang berpotensi meningkatkan beban operasional. Meski demikian, Apindo menegaskan akan menghormati dan mematuhi putusan tersebut.Mengutip Antara, Bob mengatakan bahwa pihaknya memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara perlindungan ak pekerja atau butuh dan kepentingan dunia usaha. Pada perkembangan terbaru, Apindo pun meminta pemerintah memberikan stimulus berupa PPh 21 atau potongan atas penghasilan karyawan untuk memulihkan industri padat karya.Mengutip Bisnis Indonesia, Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto mengatakan bahwa insentif perpajakan bagi pekerja sektor padat karya dapat menjadi angin segar bagi ekonomi nasional karena mendorong peningkatan daya beli masyarakat.Di sisi lain, pengusaha serat benang yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) meminta agar pemerintah memberikan aturan khusus soal pengupahan di industri padat karya. Usulan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 8%&mdash;10% dari kalangan buruh dinilai cukup menantang.Terkait dengan usulan kenaikan upah buruh, dia juga meminta serikat pekerja melihat kondisi industri, dan meminta masukan anggotanya terutama yang bekerja di padat karya. Apalagi, daya beli masyarakat saat ini makin tergerus, sehingga mesti tetap dijaga.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/tenaga-kerja/detail/data-pengeluaran-untuk-tenaga-kerja-industri-skala-mikro-menurut-provinsi-pada-2023" target="_self" rel="noopener noreferrer">Data Pengeluaran untuk Tenaga Kerja Industri Skala Mikro Menurut Provinsi pada 2023</a>)</blockquote>

Artikel ini mengulas isu singkat, hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan pendapat berbagai pihak terkait putusan MK tentang uji materi UU Cipta Kerja.

Tinjauan Regulasi: Putusan Mahkamah Konstitusi atas Uji Materi UU Cipta Kerja