Berbagai Sumber

impor

tekstil

pakaian

elektronik

kosmetik

alas kaki

keramik

industri

peraturan

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mulai mengadang gempuran produk impor ke pasar dalam negeri. Selain berencana membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Produk Impor Ilegal, pemerintah siap menerapkan pajak tambahan atas produk impor, yakni berbentuk bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP).Adapun pemerintah akan menerapkan BMAD dan BMTP terhadap tujuh produk impor yang dinilai meresahkan industri lokal. Ketujuh produk itu adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, tekstil sudah jadi lainnya, serta alas kaki.Mengutip CNBC, langkah yang diambil pemerintah ini lantaran untuk memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada dan norma-norma perdagangan internasional yang berlaku. Pemerintah pun berencana mengenakan bea masuk hingga 200% terhadap barang-barang impor tersebut.Untuk diketahui, BMAD dan BMTP merupakan kebijakan pengamanan perdagangan untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri. BMAD merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian.Sementara, BMTP adalah tambahan bea masuk umum atau bea masuk preferensi, jika impor dilakukan dari negara yang termasuk di dalam skema perjanjian perdagangan internasional.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/industri-perdagangan/detail/data-nilai-impor-indonesia-1-tahun-terakhir-hingga-juni-2024" target="_self" rel="noopener noreferrer">Data Nilai Impor Indonesia 1 Tahun Terakhir hingga Juni 2024</a>)</blockquote><h2>Rencana Regulasi</h2>Plt. Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengatakan saat ini pemerintah tengah membahas aturan terkait BMTP dan BMAD untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari gempuran impor.Mengutip Detik Finance, Reni menyebutkan, untuk penerapan BMTP impor produk ini sedang dibahas dalam rapat pleno yang baru saja digelar oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dengan rujukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 55 Tahun 2020 yang sempat diberlakukan pada 27 Mei 2020 hingga 8 November 2022.Lebih lanjut Reni mengatakan peraturan tersebut kemungkinan akan terbit pada pertengahan Juli 2024. Dalam kesempatan terpisah, Kementerian Keuangan dikabarkan tengah memfinalisasi aturan terkait pengenaan BMAD dan BMTP tersebut.Mengutip CNBC, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan khusus untuk aturan pengamanan di sektor kain ada aturan baru, tetapi bentuknya perpanjang kebijakan BMTP yang akan habis masa berlakunya pada November 2022.Sementara itu, untuk penerapan BMTP lain di sektor tekstil dan produk dari tekstil (TPT) atau garmen, alas kaki, elektronik, keramik, dan tas yang dimintakan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, masih harus menunggu surat detailnya dari dua kementerian itu.Sri Mulyani memastikan, yang jelas kebijakan pembantasan ini akan terus diarahkan untuk memberi perlindungan yang adil dan wajar bagi industri dalam negeri terhadap persaingan yang dianggap tidak adil dan tidak wajar, terutama dengan munculnya impor dari barang-barang yang berasal dari negara-negara yang punya surplus banyak.Terkait dengan besaran BMAD Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah menunggu masukkan dari berbagai kementerian/lembaga sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan besaran BMAD.Mengutip <a href="https://epaper.bisnis.com/epaper/detail/page/141423/" target="_self" rel="noopener noreferrer">Bisnis Indonesia</a>, Budi mengatakan, rentang besaran BMAD tersebut kemungkinan sesuai dengan usulan sebelumnya, yaitu sekitar 100%&mdash;199%.Pada perkembangan terbaru, sebagaimana mengutip keterangan tertulis pada laman Kemendag, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) sedang menyelidiki impor beberapa produk, antara lain benang kapas, benang filamen artifisial, kain tenunan dari kapas, dan slag wool.Lalu, sejumlah produk sedang dikenakan tindakan pengamanan, antara lain benang dari serat stapel sintetik maupun artifisial, pakaian dan aksesori pakaian, I dan H Section dari baja paduan lainnya, evaporator, dan ubin keramik.Sementara itu, Komite Anti Dumping Indonesia saat ini sedang menyelidiki impor, antara lain produk benang filamen sintetik, ubin keramik, film nilon, hot rolled coil, hot rolled plate, dan polietilen tereptalat (PET).Lebih lanjut, produk yang sedang dikenakan BMAD yaitu polyester staple fiber dan spin drawn yarn. Adapun, waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan antidumping maksimal 12 bulan dan dapat diperpanjang untuk 6 bulan.<h2>Pendapat Berbagai Pihak</h2>Sejumlah pihak pun turut memberikan pendapat terkait rencana pemerintah untuk menerapkan BMAD terhadap sederet produk yang diimpor Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) mengatakan, salah satu instrumen yang bisa melindungi pelaku industri keramik nasional saat ini, adalah BMAD.Mengutip Bisnis Indonesia, Ia juga meyakini bahwa Asaki bakal mendapat dukungan penuh berupa data, informasi, dan advokasi internasional jika China mengajukan keberatan ke World &nbsp;Trade Organization (WTO), karena organisasi itu aktif dan tergabung di dalam World Ceramic Tiles Forum.Terpisah, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia mendukung rencana pemerintah untuk mengenakan bea masuk impor tekstil sebesar 200%.Mengutip Kompas.com, Ketua Umum Asosasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta mengatakan, dengan pengenaan bea masuk ini bisa mendorong industri tekstil kembali bangkit. Meski demikian, Redma mengatakan bahwa bahwa kebijakan tersebut tidak bisa diterapkan begitu saja, melainkan perlu adanya mekanisme yang jelas.Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE) Mohammad Faisal menyebut pengenaan tarif 200% tersebut akan membantu industri tekstil dalam negeri. Namun di sisi lain, ia juga menilai tindakan tersebut merupakan langkah drastis (drastic measure) yang tentunya akan berdampak terhadap kerja sama ekonomi antara Indonesia dengan China.Mengutip Metrotvnews.com, Faisal menjelaskan adanya kemungkinan China melakukan retaliasi kepada Indonesia, mengingat rencana pengenaan BMAD ini menurutnya dapat dikatakan drastis. Hal ini seperti yang dilakukan Tiongkok kepada Uni Eropa yang baru-baru ini memasang tarif untuk produk EV yang diekspor ke mereka.Oleh karenanya, Faisal meminta kepada pemerintah agar tidak menetapkan aturan pengenaan tarif 200% tersebut hanya bersifat sementara atau bahkan untuk kepentingan politis menjelang akhir pemerintahan.Sementara itu, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, membenarkan bila China terbukti melakukan dumping. Namun, dia menilai, pengenaan BMTP dan BMAD tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.Mengutip IDEAS, Yusuf menjelaskan, pengenaan bea masuk itu harus melalui proses penyelidikan untuk membuktikan impor itu memang bermasalah.Karenanya, Ia lebih menyarankan pemerintah untuk memberlakukan kembali pertimbangan teknis (pertek) untuk menyelamatkan industri TPT. Menurutnya, dengan mengembalikan kewajiban pertek untuk impor tekstil, arus impor China dapat dibendung lebih cepat dan efektif.<blockquote>(Baca: <a href="https://dataindonesia.id/industri-perdagangan/detail/data-impor-indonesia-menurut-jenis-penggunaan-barang-hingga-mei-2024" target="_self" rel="noopener noreferrer">Data Impor Indonesia Menurut Jenis Penggunaan Barang hingga Mei 2024</a>)</blockquote>

Pemerintah siap menerapkan pajak tambahan atas produk impor, yakni berbentuk bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). Artikel ini mengulas isu singkat, rencana regulasi, hingga pendapat berbagai pihak terkait rencana penerapan BMAD dan BMTP terhadap beberapa produk.

Tinjauan Regulasi: Rencana Penerapan BMAD dan BMTP terhadap Sejumlah Produk Impor