Harga Aluminium Turun Lagi, Pasar Cermati The Fed hingga Rusal

Harga aluminium melanjutkan tren penurunan untuk hari ketiga meskipun tipis sebesar 0,09% ke level US$2.249,00/ton. Pelemahan terjadi di tengah beragam sentimen global.

Gita Arwana Cakti

21 Sep 2022 - 08.30

Data

Harga aluminium melanjutkan tren penurunan untuk hari ketiga pada perdagangan Selasa (20/9). Namun, penurunannya terpantau menipis. Berdasarkan data di bursa London Metal Exchange (LME), harga aluminium turun tipis 0,09% ke level US$2.249,00/ton pada penutupan perdagangan kemarin.

Harga terkoreksi setelah bergerak di rentang US$2.239,50/ton-US$2.262,00/ton. Pelemahan ini mengakumulasi penurunan yang telah terjadi sejak 16 September 2022 sebesar 2,55%. Adapun tekanan harga aluminium selama tiga hari beruntun terjadi setelah komoditas logam dasar tersebut melejit 1,63% pada perdagangan 15 September lalu.

Jika dilihat pergerakan sejak awal tahun ini, harga aluminium merosot 19,89%. Dalam setahun terakhir, harga aluminium juga terkoreksi 22,06%. 

Pelemahan harga aluminium terjadi di tengah fokus pasar sedang tertuju pada rapat FOMC yang digelar Federal Reserve pada pertengahan pekan ini. Pasar memperkirakan bank sentral AS, The Fed, akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin untuk mengendalikan inflasi. Bahkan ada pula yang memprediksi The Fed berpeluang menaikkan suku bunga cuannya hingga 100 basis poin.

Hal tersebut dikhawatirkan turut menekan laju partumbuhan ekonomi global dan berdampak pada penurunan permintaan sejumlah komoditas termasuk aluminium.

(Baca: Harga Aluminium Berbalik Naik, Pasar Masih Pantau Arah The Fed)

Sementara itu di China, data bea cukai Negeri Panda menunjukkan total impor aluminium China pada Agustus turun 19% dari tahun sebelumnya. Hal tersebut mencerminkan minat impor yang lebih rendah di tengah rekor produksi domestik yang tinggi serta pasokan luar negeri yang ketat.

Mengutip Reuters, Administrasi Umum Kepabeanan China menyebutkan negara tersebut membawa 200.440 ton aluminium dan produk yang tidak ditempa, termasuk logam primer dan aluminium paduan yang tidak ditempa sepanjang bulan lalu.

Adapun, penurunan impor terjadi seiring dengan meredanya kekhawatiran pasokan di dalam negeri akibat peningkatan produksi tahun ini. Selain itu, pelonggaran pembatasan listrik yang membatasi produksi serta pembatasan daya juga telah mendorong permintaan bahan impor.

Sebagai produsen dan konsumen logam ringan terbesar di dunia, China tercatat membuat 3,51 juta ton aluminium pada Agustus, rekor untuk satu bulan, menyusul rekor sebelumnya yang dibuat pada Juli.

Hal tersebut kontras dengan pemangkasan produksi oleh produsen aluminium Eropa karena kenaikan biaya energi yang membuat produksi logam padat listrik tidak ekonomis.

Selain itu, penutupan yang berkelanjutan dari jendela arbitrase antara pasar di Shanghai dan London juga turut menyebabkan penurunan impor tahunan.

(Baca: China Dilanda Gempa, Harga Aluminium Kembali Jatuh)

Pada perkembangan lainnya, produsen aluminium Rusia, Rusal, dikabarkan berencana mengirimkan beberapa aluminium langsung ke gudang London Metal Exchange (LME) di Asia. Baik Rusal, maupun logamnya, tidak berada di bawah sanksi yang dikenakan pada perusahaan Rusia lainnya setelah invasi Moskow ke Ukraina pada Februari, yang disebutnya "operasi militer khusus."

Berdasarkan sumber Bloomberg yang dikutip Reuters, menyebutkan bahwa Rusal sedang mempertimbangkan untuk mengirim sebagian kecil dari produksinya sebagai uji coba. Hal tersebut dilakukan mengingat jika arus masuk aluminium yang besar ke dalam inventaris LME dapat menekan harga.

Rusal pun telah membahas pengiriman beberapa aluminium dari pelabuhan Vladivostok di timur jauh Rusia ke gudang LME di Asia. Namun, baik Rusal dan LME belum menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags