Harga minyak bergerak fluktuatif sepanjang Juni 2022. Berbagai faktor saling tarik-menarik, sehingga harga minyak menjadi panas dingin.
Pada awal bulan, minyak sempat bertengger di atas US$120 per barel. Ini terjadi setelah Arab Saudi menaikkan harga penjualan minyak mentahnya untuk kontrak Juli 2022, menandakan pasokan yang makin ketat.
Selain itu, munculnya kesepakatan negara-negara Uni Eropa untuk mengurangi impor minyak Rusia mulai akhir 2022 memicu kekhawatiran pasar atas semakin mengetatnya pasokan minyak global. Minyak makin memanas setelah negara-negara G7 bersepakat memberikan sanksi baru terhadap Rusia dengan membatasi harga minyak Rusia.
Kenaikan harga tersebut terhenti ketika China memberlakukan kembali pembatasan mobilitas atau lockdown di sejumlah wilayahnya. Hal tersebut memupuskan harapan meningkatnya permintaan dari Negeri Tirai Bambu.
Kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve juga menimbulkan kekhawatiran terhambatnya pertumbuhan ekonomi global, sehingga menjadi pemberat harga minyak. Lonjakan inflasi di Amerika Serikat juga membuat harga bahan bakar minyak menjadi mahal dan hal menimbulkan kekhawatiran mengenai risiko resesi.
Hal tersebut pun memicu harga minyak mengalami tren yang melemah secara bulanan. Hingga Kamis (30/06) pukul 15.40 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange diperdagangkan sebesar US$109,25 per barel. Nilai itu merosot 5,21% dibandingkan pada awal Juni 2022 yang sebesar US$115,26 per barel.
Harga minyak Brent di ICE Futures Europe dibanderol sebesar US$112,14 per barel. Harganya juga lebih rendah 3,57% dibandingkan pada awal Juni 2022 yang sebesar US$116,29 per barel.
(Baca: Minyak Bergerak Variatif di Tengah Sanksi Baru G7 kepada Rusia)