Sudah Terlalu Mahal, Harga CPO Bergerak Variatif

Variasi harga CPO terjadi di tengah aksi ambil untung investor dan wacana beralihnya konsumen ke minyak nabati lain. Di sisi lain, pasokan CPO masih terbatas.

Winarni

4 Mar 2022 - 09.57

Data

Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terpantau bergerak variatif pada penutupan perdagangan Kamis (03/03). Kondisi ini terjadi karena aksi ambil untung investor setelah harga mengalami reli dan mencapai rekor tertinggi pada sesi sebelumnya. 

Selain itu, muncul ekspektasi bahwa konsumen akan beralih ke minyak nabati lain karena harga CPO yang sudah terlalu mahal. Di sisi lain, pasokan CPO masih terbatas di tengah penghentian ekspor minyak bunga matahari dari wilayah Laut Hitam akibat konflik Rusia-Ukraina. 

Berdasarkan data perdagangan bursa derivatif Malaysia, harga CPO untuk kontrak Maret terkoreksi ke level RM7.450/ton pada penutupan perdagangan kemarin. Harga tersebut merosot 371 poin atau 4,74% dari penutupan sesi sebelumnya di RM7.821/ton.  

Untuk kontrak April 2022, harga CPO berjangka di Malaysia menguat 57 poin atau 0,79% dari RM7.199/ton ke level RM7.256/ton. Sementara itu, harga CPO berjangka untuk kontrak Mei 2022 menguat 148 poin atau 2,22% dari RM6.660/ton ke level RM6.808/ton.  

CPO kini menjadi komoditas termahal di antara minyak nabati lainnya. Ini terjadi setelah ekspor minyak bunga matahari dari kawasan Laut Hitam terhenti imbas ditutupnya pelabuhan-pelabuhan di Ukraina. 

Untuk diketahui, kawasan Laut Hitam merupakan penghasil 60% minyak bunga matahari di dunia. Sebanyak 76% ekspor komoditas tersebut pun berasal dari kawasan Laut Hitam.

Meski demikian, pasokan CPO dari Indonesia yang merupakan produsen utama dunia masih terbatas. Ini mengingat Indonesia menerapkan kebijakan obligasi pasar domestik (domestic market obligation/DMO) yang mengharuskan produsen minyak goreng menjual 20% produknya ke dalam negeri.

India sebagai pembeli utama telah meminta Indonesia meningkatkan pengiriman CPO dan mengurangi kebijakan pencampuran biodiesel sementara waktu. Hal tersebut demi mengompensasi hilangnya pasokan minyak bunga matahari dari Laut Hitam.

Sementara, munculnya berbagai sanksi dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat sangat memukul pasokan komoditas dari Rusia. Hal tersebut lantas menimbulkan kekhawatiran atas dampak pasokan energi global dalam jangka panjang.

(Baca: Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Terbesar di Dunia)

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags