Indeks Bisnis-27 Menghijau September 2022, SMGR Jadi Penopang

Sepanjang September 2022, Indeks Bisnis-27 menunjukan tren yang cenderung masih menanjak Terpantau Indeks Bisnis-27 justru berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dimana Indeks Bisnis-27 mencatat penguatan 1,34% (month-to-date/mtd) atau dibandingkan dengan akhir Bulan Agustus.

Dyah Ayu Kartika

30 Sep 2022 - 18.00

Data

Sepanjang September 2022, Indeks Bisnis-27 masih menunjukan tren yang cenderung menanjak. Terpantau, Indeks Bisnis-27 justru berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks Bisnis-27 mencatat penguatan 1,34% sepanjang bulan ini (month-to-date/mtd).

Indeks Bisnis-27 terpantau berakhir di level 595,08, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2022 yang berada di level 587,22. Adapun sepanjang tahun berjalan 2022 (ytd), Indeks Bisnis-27 juga berhasil membukukan kenaikan yang signifikan sebesar 16,24%. Adapun, pada perdagangan Jumat (30/9), indeks yang berisi 27 kontituen ini tercatat naik 0,44% atau 2,63 poin.

Sementara itu, indeks acuannya yakni IHSG justru terkoreksi 1,92% secara month-to-date (mtd). Namun sepanjang 2022, IHSG masih terapresiasi 6,98% (ytd) dan pada perdagangan Jumat (30/9), IHSG berhasil parkir di zona hijau dengan naik tipis dari hari sebelumnya 0,07% atau 4,6 poin ke level 7.040,8.

Sama halnya dengan IHSG, Indeks LQ-45 pun mencatat return negatif  sebesar 1,11% (mtd) dan secara year-to-date masih tercatat melejit 8,6% menuju level 1.011,48 pada perdagangan Jumat (30/9). Begitu pula dengan IDX30 yang terkoreksi secara month-to-date sebesar 1,45%, tetapi sepanjang tahun berjalan 2022 masih terapresiasi tajam 7,54% ke posisi 534,58.

Selama periode September 2022, tercatat sejumlah 588,7 miliar unit saham diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dengan nilai transaksi mencapai Rp303,5 triliun. Investor asing terlihat cenderung masih melakukan aksi beli bersih yang mencapai Rp1,47 triliun di seluruh pasar. 

(Baca: Indeks Bisnis-27 Melaju ke Zona Hijau, BFIN dan HEAL Melesat)

Sektor teknologi menjadi pemberat laju indeks dengan koreksi sepanjang September mencapai 10,96% (mtd), diikuti sektor transportasi yang juga melemah 10,7% (mtd). Sementara indeks sektoral yang menguat dipimpin oleh sektor kesehatan yang menghijau 4,26% (mtd).

Jajaran top gainers Indeks Bisnis-27 dipimpin oleh saham emiten barang baku PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) yang tercatat melambung 13,26% (mtd) ke level 7.475 pada Jumat (30/9). Adapun saham SMGR pada akhir Agustus 2022 berada di level 6.600.  

Pergerakan Indeks Bisnis-27 juga ditopang oleh saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) yang melesat 11,86% (mtd) menuju 3.960. Selain itu, saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) juga ikut terdongkrak 9,63% (mtd) ke level 2.390.

Bersamaan dengan sektor kesehatan yang terpantau moncer, konstituen Indeks Bisnis-27 yang termasuk sektor ini juga menempati jajaran top gainers. Saham PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) turut menguat 9,06% ke level 1.625, dan saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang naik 8,93% menjadi 1.830.

Di sisi lain, sejalan dengan sektor teknologi yang tertekan paling dalam, jajaran top losers Indeks Bisnis-27 selama September 2022 dimotori saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) yang harganya jatuh 20,42% (mtd) ke posisi 1.520. 

Mengekor di belakangnya ada saham PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) yang terkoreksi 9,29% (mtd) ke level 830, dan saham PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFIN) yang turut melemah 8% (mtd) ke harga 1.150.

RILIS INFLASI DAN DATA MANUFAKTUR 

Dari dalam negeri, beberapa sentimen yang membayangi pasar sepanjang September 2022 antara lain rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2022 yang melandai atau mencatatkan deflasi sebesar 0,21% (month-to-month/mtm). Namun, secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Agustus 2022 masih tinggi yakni 4,69%. Angka tersebut juga merupakan inflasi tahunan sejak November 2015 yang sebesar 4,89% (yoy).

Selain itu, pasar merepons data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Agustus 2022 yang tercatat berada di zona ekspansif sebesar 51,7. Angka tersebut naik dari bulan sebelumnya sebesar 51,3. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan kenaikan tersebut mengindikasikan kinerja sektor manufaktur Indonesia kembali melanjutkan ekspansi dan terus menunjukkan penguatan.

Selain itu, rilis posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 terpantau tetap tinggi sebesar US$132,2 miliar. Angka tersebut relatif stabil dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2022 yang juga sebesar US$132,2 miliar.

(Baca: Kekhawatiran Konsumen terhadap Inflasi di Dunia Terus Menanjak)

Kemudian Survei Konsumen Bank Indonesia pada Agustus 2022 juga mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga. Hal tersebut tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2022 yang sebesar 124,7 atau lebih tinggi dibandingkan sebelumnya 123,2 pada Juli 2022.

Selanjutnya, pada periode Juli 2022, hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) pun mengindikasikan kinerja penjualan eceran yang tumbuh lebih tinggi, tecermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Juli 2022 yang tercatat sebesar 200,2 atau tumbuh 6,2% (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,1% (yoy). 

KEBIJAKAN MONETER JADI SOROTAN

Masih dari dalam negeri, katalis positif juga datang dari data neraca dagang Indonesia untuk Agustus 2022 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik. Neraca perdagangan Indonesia pada bulan lalu mengalami surplus US$5,76 miliar. Hal tersebut terutama berasal dari sektor nonmigas sebesar US$7,74 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,98 miliar.

Pasar pun sempat mendapat kejutan terkait Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 21-22 September 2022 yang memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25%, suku bunga Deposit Facility   sebesar 50 bps menjadi 3,50%, dan suku bunga Lending Facility  sebesar 50 bps menjadi 5,00%.

Dari global, pelaku pasar cenderung berkutat pada sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih akan tetap agresif menaikkan suku bunga, meskipun dapat berpotensi   resesi di AS. Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan komitmennya untuk membawa inflasi turun ke 2%. 

The Fed secara resmi kembali mengerek suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps) ke kisaran 3% - 3,25% pada pertemuan FOMC yang digelar pada 21-22 September lalu. Target kenaikan suku bunga The Fed pun kini berada di level tertinggi sejak 2008. Proyeksi baru menunjukkan suku bunga naik ke kisaran 4,25% - 4,5% hingga akhir 2022 dan berakhir pada 2023 di kisaran 4,5% - 4,75%. 

(Baca: Suku Bunga Acuan BI Naik Jadi 4,25% pada September 2022)

Kekhawatiran pasar terhadap potensi resesi atau perlambatan ekonomi global akibat tingginya inflasi turut membayangi pergerakan IHSG. Kebijakan bank sentral sejumlah negara yang terus mengetatkan kebijakan moneternya guna meredam inflasi tersebut juga menjadi sorotan pasar. Otoritas moneter AS terhitung telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 5 kali. Pertama dilakukan pada Maret 2022 sebesar 25 bps, pada Mei sebesar 50 bps, kemudian pada Juni, Juli dan terakhir September, The Fed menaikkan masing-masing 75 bps. 

Seiring dengan sikap agresif The Fed, pelaku pasar di dalam negeri mewaspadai potensi adanya aliran dana keluar dan volatilitas pergerakan IHSG yang masih akan tinggi. Selain itu, perlambatan ekonomi China juga berdampak pada sentimen di Kawasan Asia, mengingat status Negeri Panda ini sebagai pusat perdagangan utama untuk Kawasan Asia.

(Baca: Bank Dunia: Inflasi Lebih Membebani Orang Miskin di Indonesia)

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags