Marak Aksi Beli Asing, IHSG Cetak Rekor Penutupan Tertinggi

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Jumat (21/1) di zona hijau dengan kenaikan lebih dari 1%. Ini seiring dengan aksi beli jumbo oleh investor asing.

Dyah Ayu Kartika

21 Jan 2022 - 18.00

Data

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Jumat (21/1) di zona hijau dengan kenaikan lebih dari 1%, seiring dengan aksi beli jumbo oleh investor asing. IHSG ditutup melesat 1,5% atau 99,50 poin ke level 6.726,3, tertinggi sepanjang sejarah pasar modal dalam negeri. 

Sepanjang perdagangan, IHSG sempat menyentuh level terendah di 6.607,42. Sebanyak 257 saham menguat, 253 saham melemah, dan 167 saham lainnya stagnan. 

Seluruh indeks sektoral menghijau, dipimpin oleh sektor barang baku yang naik 1,96%. Posisinya diikuti sektor energi yang menguat 1,92%.

Investor asing terpantau ramai melakukan aksi beli bersih atau net buy di seluruh pasar mencapai Rp969,91 miliar. Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi yang paling banyak diakumulasi dengan net buy senilai Rp275,22 miliar. Saham BBCA pun terdongkrak 2,25% menuju level 7.950. 

Menyusul BBCA, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga diborong investor asing dengan net buy RP147,41 miliar. Kemudian, saham PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) mencatat net buy sebesar Rp144,38 miliar.

Sementara itu, saham PT M Cash Integrasi Tbk. (MCAS) paling banyak dijual asing dengan net sell Rp34,92 miliar. Saham PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) dan PT BFI Finance Tbk. (BFIN) menyusul dengan nilai jual bersih asing sebesar Rp31,13 miliar dan Rp30,53 miliar.

IHSG berhasil memimpin di bursa kawasan Asia. Di posisi kedua terdapat Indeks Hang Seng yang naik tipis 0,05%. Sebaliknya Shanghai Composite justru tersungkur paling dalam dengan koreksi 0,91%.

Performa Wall Street kurang menggembirakan, di mana ketiga indeks acuannya terparkir di zona merah. Indeks Dow Jones melemah 0,86%, S&P 500 turun 1,15%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 1,30%. 

Imbal hasil obligasi pemerintah AS masih terpantau berada di level tertingginya. Untuk imbal hasil obligasi tenor dua tahun sudah berada di atas 1%. Ini mengindikasikan bahwa pelaku pasar mulai mengantisipasi pengetatan kebijakan moneter yang akan dilakukan The Fed.

Sementara, itu, bank sentral China justru melonggarkan kebijakan moneternya dengan menurunkan suku bunga pinjaman acuan satu tahun sebesar 10 bps dan lima tahun sebesar 5 bps. Negeri Panda sedang mengalami perlambatan ekonomi akibat kenaikan kasus Covid-19, meningkatnya harga bahan baku, hingga sektor properti yang melambat. 

(Baca: IHSG Berhasil Rebound Usai Melemah Tiga Hari Beruntun)

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags