Meski All Time High, Hanya Empat Indeks Sektoral Ikuti Laju IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup menembus all time high (ATH) pada perdagangan awal pekan, Senin (21/02). Indeks komposit hanya disokong oleh empat indeks sektoral yang ke zona hijau.

Haratwadi Handoko & Nur Affifah Al Jannah

21 Feb 2022 - 22.42

Data

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,15% atau 10,15 poin dan kembali menembus all time high (ATH) di level 6.902,97 pada perdagangan Senin (21/02). Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak di rentang 6.886,13 hingga 6.927,91.

Meski IHSG menguat, hanya empat dari 11 sektor yang melaju ke zona hijau. Sementara, tujuh sektor lainnya tertahan di zona merah.


Sektor Barang Baku

Indeks sektor barang baku ditutup di zona hijau dengan penguatan 0,46% ke level 1.279,25 pada penutupan perdagangan Senin (21/02). Penguatan sektor ini didorong oleh saham PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk. (GDST) yang tumbuh 14,43% ke level Rp111, PT Central Omega Resources Tbk. (DKFT) melambung 14,91% ke level Rp131, dan PT Wilton Makmur Indonesia Tbk. (SQMI) menanjak 13,75% ke level Rp91.

Sentimen positif datang dari harga timah dunia yang tercatat mencapai harga tertinggi sepanjang masa. Kenaikan ini ditopang oleh sentimen produksi timah dari China yang anjlok 3,4% pada Januari 2022 dan berimbas kepada pengetatan pasokan. 

Tercatat harga timah menyentuh US$44.225/ton pada Jumat (18/02). Nilai itu naik 0,87% dibandingkan dengan harga penutupan hari sebelumnya. 

Selain itu, kenaikan harga komoditas sejak tahun lalu turut mengerek permintaan alat berat bagi sektor pertambangan. Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) mencatat, penjualan alat berat sebanyak 1.700 unit pada Januari 2022. Jumlah itu melebihi rata-rata bulanan pada semester II/2021 yang sebanyak 1.400 unit.


Sektor Perindustrian

Pada penutupan perdagangan Senin (21/02), sektor perindustrian ditutup turun 0,84% ke posisi 1.053,58. Beberapa saham yang terpantau mengalami pelemahan ialah PT Mulia Industri Tbk. (MLIA) turun 6,62% ke level Rp1.905, PT Surya Pertiwi Tbk. (SPTO) menyusut 5,00% ke level Rp570, dan PT Multipolar Tbk. (MLPL) drop 3,31% ke level Rp234.

Sektor perindustrian melemah di tengah lonjakan Covid-19 varian Omicron yang masih mengancam keberlangsungan industri. BPS mencatat, industri manufaktur tumbuh 3,67% (yoy) sepanjang 2021. 

Angka itu meleset dari proyeksi Kementerian Perindustrian yang sebesar 4%-4,5% pada tahun lalu. Tiga sektor industri pengolahan nonmigas yang belum menggeliat adalah tekstil dan pakaian jadi, pengolahan tembakau, dan industri logam.

Selain itu, pengusaha manufaktur juga dibuat khawatir oleh kenaikan harga batu bara yang berpotensi meningkatkan tarif listrik. Harga batu bara Newcastle untuk kontrak berjangka ditutup di level US$201,15/ton pada perdagangan Jumat (18/02).


Sektor Kesehatan

Indeks sektor kesehatan ditutup menurun 0,83% ke level 1.396,65 pada penutupan perdagangan Senin (21/02). Pelemahan sektor ini dipimpin saham PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) yang anjlok 2,80% ke level Rp7.800, PT Bundamedik Tbk. (BMHS) merosot 2,78% ke level Rp700, dan PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) terkoreksi 2,74% ke level Rp1.065.

Saham-saham kesehatan melemah dibayangi oleh sentimen biaya penggantian pelayanan Covid-19 bagi rumah sakit. Hingga 31 Januari 2022, pemerintah masih menunggak biaya penggantian sebesar Rp25 triliun kepada sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19.

Salah satu emiten yang masuk ke dalam lingkaran utang pemerintah adalah PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) dengan tunggakan Rp1,7 triliun dari pelayanan pasien Covid-19 pada kuartal III/2021. Di sisi lain, emiten rumah sakit dinilai masih atraktif karena didukung oleh kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan.


Sektor Keuangan

Indeks sektor keuangan terpantau tumbuh 0,83% ke level 1.639,70 pada perdagangan Senin (21/02). Beberapa saham yang menopang adalah PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) melonjak 7,56% ke level Rp2.420, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. (TRIM) menanjak 7,22% ke level Rp386, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) naik 2,03% ke level Rp1.005.

Kinerja sektor keuangan ditopang oleh rilis data Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan neraca pembayaran Indonesia (NPI) mengalami surplus US$13,5 miliar atau setara 1,13% dari PDB pada 2021. Jumlah itu naik siginifikan jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$2,6 miliar.

Selain itu, transaksi berjalan membukukan surplus US$1,4 miliar atau 0,4% dari PDB pada kuartal IV/2021. Hal itu ditopang oleh surplus neraca barang yang tetap tinggi seiring dengan kenaikan harga komoditas dan peningkatan permintaan negara mitra dagang.


Sektor Teknologi

Pergerakan saham teknologi paling moncer di IHSG dengan kenaikan 2,05% ke level 8.191,30 pada perdagangan Senin (21/02) Saham-saham yang melesat, antara lain PT Multipolar technology Tbk. (MLPT) melonjak 16,28% ke level Rp4.000, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) menguat 8,09% ke level Rp2.070, dan PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk. (ZYRX) tumbuh 2,36% ke level Rp650.

Indeks sektor teknologi terangkat oleh sentimen aksi beli asing terhadap saham EMTK sebesar Rp90,12 miliar. EMTK pun mampu menjadi top gainer pada Senin (21/02).

Selain itu, kabar aksi diversifikasi PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT) turut menjadi katalis. PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT) dan Mitsui & Co Ltd akan menjual saham-sahamnya dalam PT Graha Teknologi Nusantara (GTN) dan aset berupa tanah seluas 40.000 meter di Cikarang, Jawa Barat kepada EdgeConnex BV.


Sektor Transportasi & Logistik

Pada penutupan perdagangan Senin (21/02), indeks sektor transportasi dan logistik mengalami pelemahan terdalam di IHSG setelah turun 1,05% ke level 1.847,56. Saham-saham yang menyeret ke bawah, antara lain PT Temas Tbk. (TMAS) anjlok 6,76% ke level Rp1.930, PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk. (NELY) merosot 3,70% ke level Rp312, dan PT Sidomulyo Selaras Tbk. (SDMU) menyusut 3,08% ke level Rp63.

Jatuhnya sektor transportasi dan logistik dihantui oleh aksi jual asing pada saham TMAS sebanyak 727,51 juta. Selain itu, ketatnya persaingan di bisnis logistik menjadi pemicu tekanan pasar jasa pengiriman barang. 

Supply Chain Indonesia (SCI) mencatat, persaingan di bisnis logistik saat ini mengarah kepada oligopoli karena hanya tujuh perusahaan yang menguasai 80% pasar. Sentimen itu menyebabkan kineja perusahaan kurir sulit berkembang, terutama dari segi sumber daya manusia, pengembangan infrastruktur, dan inovasi bisnis.

(Baca: Sektor Teknologi Dongkrak IHSG ke Rekor Penutupan Tertinggi)

Bagikan Artikel
Terpopuler
Tags